KARYA PUTU
WIJAYA
Untuk
Memenuhi Tugas Matakuliah Apresiasi Sastra dan Drama
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakitanya sebuah
karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Yang lahir di tengah-tengah
masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap
gejala-gejala sosial di sekitarnya. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen,
novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari
pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya,
pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan
moral bagi kehidupan manusia.
Wanita selalu dianggap
sebelah mata dan hanya mempunyai peran dalam ranah tertentu saja yaitu, kasur,
dapur dan sumur. Budaya patriarki memarginalkan peranan wanita yang begitu
terbatas. Tubuh wanita seringkali diartikan sebagai kecantikan yang “murah”.
Ukuran cantik bagi seorang wanita diukur dari bentuk tubuh sedangkan akhlak hal
yang kesekian. Wanita dianggap pengacau dan pembuat masalah. Bahkan di beberapa
daerah kelahiran seorang wanita merupakan pertanda kesialan yang akan diperoleh
bagi keluarga tersebut. Solusi yang mereka lakukan ialah membuang bayi
perempuan tersebut dengan harapan kesialan yang akan menimpa mereka hilang
bersama kepergian bayi yang mereka buang. Anggapan ini sungguh tidak manusiawi.
Setiap kelahiran seorang bayi pasti membawa keburuntungan, baik bayi laki-laki
maupun perempuan.
Perempuan hanya
memiliki sedikit pengaruh dalam masyarakat atau bisa dikatakan tidak memiliki
hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat. Pada era sebelum gerakan
feminisme muncul hak-hak wanita begitu dibatasi. Partisipasi wanita dianggap
tidak diperlukan. Kaum laki-laki selalu mendominasi dalam ranah apapun. Kaum
wanita tidak diperbolehkan menempun pendidikan. Karena kaum wanita dianggap
hanya perlu mengurus keluarga jadi tidak perlu berpendidikan tinggi. Oleh
karena itu, penulis tertarik menganalisis novel karya Ayu Utami dengan menggunakan
alat analisis sastra feminis untuk dapat mengambil berbagai pengalaman dan
hikmah dari tokoh-tokoh perempuan yang ada dalam novel tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang
diatas, masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana kajian feminisme
dalam novel Maya?
- Bagaimana kajian feminisme
dalam novel Pengakuan Si Parasit Lajang?
- Bagaimana kajian feminisme
dalam novel Saman?
- Bagaimana kajian feminisme
dalam novel Larung?
- Bagaimana kajian feminisme
dalam novel Pengakuan eks Parasit Lajang?
- Bagaimana kajian feminisme
dalam novel Cerita Cinta Enrico?
1.3 Tujuan
Dengan adanya rumusan maslah tersebut,
maka dalam makalah ini memiliki tujuan diantaranya sebagai berikut:
- Mengetahui bagaimana kajian
feminisme dalam novel Maya;
- Mengetahui bagaimana kajian
feminisme dalam novel Pengakuan Si Parasit Lajang;
- Mengetahui bagaimana kajian
feminisme dalam novel Saman;
- Mengetahui bagaimana kajian
feminisme dalam novel Larung;
- Mengetahui bagaimana kajian
feminisme dalam novel Pengakuan eks Parasit Lajang;
- Mengetahui bagaimana kajian
feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico.
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
2.1
Teori Feminisme
Menurut Humm (2002:
158) feminisme adalah ideologi pembebasan perempuan, dengan keyakinan bahwa
perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme
menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan dan sebuah ideologi
transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan
melampaui persamaan soial yang sederhana. Hal yang senada dikemukakan oleh
Barker (2009: 238). Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan
terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan
objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme
radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi,
seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan
laki-laki, dan dikotomi privat-publik. “The personal is political” menjadi
gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat,
masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau
pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal.
Ketidakadilan
yang disebabkan oleh perbedaan gender merupakan salah satu masalah yang
mendorong lahirnya feminisme. Feminisme adalah basis teori dari gerakan
pembebasan perempuan. Feminis merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum wanita
untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasi, dan
direndahkan oleh kebudayaan yang dominan baik dalam tataran politik, ekonomi,
maupun kehidupan sosial lainnya (Etika, 2009:36)
Jika membahas mengenai
permasalahan feminis, terlebih dahulu harus dipahami tentang konsep seks dan
konsep gender. Seks (jenis kelamin) merupakan penyifatan atau pembagian dua
jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu. Seks atau jenis kelamin secara permanen tidak bisa berubah
dan merupakan ketentuan biologis atau disebut sebagai kodrat. Adapun konsep
gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan
yang dikonstrtuksi secara sosial maupun kultural. Konsep gender menyangkut
semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang
bisa berubah dari waktu ke waktu, dari suatu tempat ke tempat lainnya dan dari
suatu kelas ke kelas lainnya (Fakih dalam Jumianti, 2011:16). Jadi, feminisme
dapa dipahami sebagai gerakan yang bertumpu pada pesoalan persamaan jenis
kelamin dan prinsip penataan kehidupan sosial yang sepenuhnya dipengaruhi oleh
relasi kekuasaan dimana gerakan dilakukan oleh wanita untuk menolak segala
sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan yang dominan, baik dalam tataran poliik, ekonomi, maupun kehidupan
sosial lainnya. Pada dasarnya gerakan feminisme ini muncul karena adanya
dorongan ingin menyetarakan hak antara pria dan wanita yang selama ini
perempuan seolah-olah tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan dan keputusan
dalam hidup.
2.2
Klasifikasi Feminisme
Ada beberapa perspektif
yang digunakan dalam menjawab permasalahan wanita yaitu feminisme kultural,
feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme psikoanalitis, feminisme
sosialis dan feminisme interseksionalitas.
a. Feminisme Kultural
Feminisme kultural
memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu
bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Feminisme kultural menyatakan bahwa
proses berada dan mengetahui perempuan bisa jadi merupakan sumber kekuatan yang
lebih sehat bagi diproduksinya masyarakat adil daripada preferensi tradisional
pada budaya androsentris bagi cara mengetahui dan cara mengada laki-laki.
b. Feminisme Liberal
Feminisme liberal
berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan
kemampuan hakiki manusia untuk menjadi agen moral yang menggunakan akalnya,
bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola pembagian kerja yang seksis
dan patriakal dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan
mentransformasikan pembagian kerja melalui pemolaan ulang institusi-institusi
kunci hukum, kerja, keluarga, pendidikan dan media.
c. Feminisme Radikal
Feminisme Radikal
didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki nilai mutlak
positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka
klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan
dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki.
d. Teori Psikoanalitis Feminis
Teori ini menjelaskan
penindasan perempuan berdasarkan deskripsi psikoanalitis dorongan psikis
laki-laki menggunakan kekerasan untuk memaksa perempuan tunduk.
e. Feminisme Sosialis
Proyek teoritis
feminisme sosialis mengembangkan tiga tujuan (1) untuk melakukan kritik atas
penindasan berbeda namun saling terkait yang dilakukan oleh patriarki dan
kapitalisme dari sudut pandang pengalaman perempuan (2) mengembangkan metode
yang eksplisit dan tepat untuk melakukan analisis sosial dari pemahaman yang luas
tentang materialisme historis (3) memasukkan pemahaman tentang signifikasi
gagasan ke dalam analisis materialis tentang determinasi kehidupan manusia.
Feminisme sosialis telah menetapkan proyek formal yaitu mencapai sintesis dan
langkah teoritis di luar teori feminis.
f. Teori Interseksionalitas
Teori ini diawali dari
pemahaman bahwa perempuan mengalami penindasan dalam berbagai konfigurasi dan
dalam berbagai tingkat intensitas. Penjelasan utama dari teori
interseksionalitas adalah semua perempuan secara potensial mengalami penindasan
berdasarkan gender, perempuan secara berbeda tertindas oleh beragam interaksi
tatanan ketimpangan sosial.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Feminisme dalam novel Maya
Kajian
feminisme yang dihadirkan dalam novel Maya
karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a. Feminisme Kultural
Feminisme kultural
memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu
bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Seperti pada halaman 46
yakni:
“Ia tak lagi
menggugat mengapa ia dilahirkan pucat dan bulat, seperti ekor biul goa.
Lagipula ia wanita. Wanita ada dalam posisi menerima.”
Keterangan: Bahwa tokoh Maya
menganggap bahwa laki-laki sangatlah berbeda dengan perempuan karena wanita
pada kenyataanya dalam posisi menerima kenyataan apa yang ada, tidak seperti
laki-laki yang akan mencari yang lebih untuk memenuhi kebutuhanya.”
b. Feminisme Liberal
Feminisme liberal
berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan
kemampuan hakiki manusia seperti pada halaman 210 yakni:”Contohnya
perempuan kaki panjang itu! Ia telah menyalahi kodratnya, menerima benih banyak
lelaki. Kodrat wanita itu setia dan dimadu. Perempuan kaki panjang malah
bercabul dengan banyak pasangan, seperti lelaki saja!”
Keterangan: Wanita
yang memiliki kebebasan dimana tokoh Yasmin meiliki kekuasaan kebebasan dalam
hidupnya. Termasuk kepada pasangan. Walaupun sudah bersuami namun yasmin juga
memiliki kekasih gelah yaitu Saman.
c. Feminisme Radikal
Feminisme Radikal
didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki nilai mutlak
positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka
klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan
dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki.
Halaman 64
“Ia ingin memanusiakan gadis ini-Maya, perempuan cebol yang menari. Bagaimana
mungkin dizaman ini orang hidup tanpa dokummen? Ia mamu memberinya katu
identitas, sebuah bukti kemanusiaan dialam modern.” Keterangan : bahwa wanita cebol tidak memiliki kemuliaan di
masyarakat, hingga dia tidak memilik katu identitas serta tidak punya hak asasi
manusia untuk hidup mulia.
3.2 Feminisme dalam
novel Pengakuan Si Parasit Lajang
Kajian
feminisme yang dihadirkan dalam novel Pengakuan
Si Parasit Lajang karya Ayu Utami
adalah terjadinya :
a. Feminisme Kultural
Feminisme
kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan
yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki.. Seperti pada halaman
(xiv) yakni: “Pada umumnya pernikahan masih melanggengkan dominasi pria atas
wanita, puncak pengesaahan supremasi pria atas wanita ada dalam poligami” Keterangan
: Karena laki-laki boleh mepunyai istri lebih dari satu
b. Feminisme Liberal
Feminisme
liberal berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki
berdasarkan kemampuan hakiki manusia. Seperti pada halaman (3)
yakni: “Dia orang jepara yang saya kenal, setelah ibu kartini. Sahal namanya.
Bayangkan orang kedua, setelah ibu kartini”. Keterangan: Karena
mengingat perjuangan ibu kita kartini dalam pendidikan.
c. Feminisme Radikal
Feminisme
Radikal didasarkan pada keyakinan sentral bahwa perempuan memiliki nilai mutlak
positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka
klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan
dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki. Seperti
pada halaman
(xvi) yakni: “Ya, saya punya trauma untuk menikah bukan pada lelaki,
sebagaimana yang dikira banyak orang,
melainkan pada sesama perempuan yang tidak sadar bahwa mereka tunduk dan
melanggenkan nilai-nilai petriarki”. Keterangan: Karena didasarkan oleh
keyakinan sentral.
d. Teori Psikoanalitis Feminis
Teori ini
menjelaskan penindasan perempuan berdasarkan deskripsi psikoanalitis dorongan
psikis laki-laki menggunakan kekerasan untuk memaksa perempuan tunduk. Seperti
pada halaman
(xiii) yakni: “Pernikahan tidak ideal selain kasih sayang juga ada kebosanan,
penyelewengan, bahkan pemukulan”. Keterangan : Karenamenjelaskan
tentang penindasan
e. Feminisme Sosialis
Seperti
pada halaman
(xvii) yakni:. “Guru-guru saya adalah seseorang yang terluka. Mereka di lukai
oleh masyarakat yang hanya menggap sempurna wanita berkeluarga dan menganggap
tak laku perempuan lajang tua”. Keterangan: Karena ini engkritik tentang
perempuanyang tidak mau menikah
3.3 Feminisme dalam
novel Saman
Kajian
feminisme yang dihadirkan dalam novel Saman
karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a.
Feminisme Radikal
Seperti yang tertuang pada Halaman 123 adalah: “Di sini, di kota asing ini, malam hari ayahku mengikatku pada tempat
tidur dan memberiku
dua pelajaran tentang cinta. Inilah wewejangnya: Pertama. Hanya lelaki yang boleh menghampiri perempuan. Perempuan yang
mengejar-ngejar lelaki pastilah
sundal. Kedua. Perempuan akan memberikan tubuhnya pada lelaki yang pantas, dan lelaki itu akan menghidupinya dengan
hartanya. Itu dinamakan perkawinan.
Kelak ketika dewasa, aku menganggap persundalan yang hipokrit”. Keterangan: Pada novel Saman karya Ayu Utami menceritakan
bahwa di kota ini pada malam hari ayah mengikat Shankuntala ke tempat
tidur dan memberikan dua pelajaran
tentang cinta. Yang pertama hanya lelaki yang boleh menghampiri perempuan,
kedua perempuan akan memberikan semacam tubuhnya kepada lelaki yang menurutnya
dianggap pantas dan lelaki itu akan menghidupinya dengan berbagai harta
b. Feminisme Liberal
Seperti yang tertuang pada Halaman 127 adalah “Waktu orangtuaku mendengar bahwa aku pacaran dengan seorang raksasa
di dalam hutan, mereka memberi nasihat kedua. Keperawanan adalah persembahan
seorang perempuan kepada suami. Dan kau Cuma punya satu saja, seperti hidung.
Karena itu, jangan pernah diberikan sebelum menikah, sebab kau akan menjadi
barang pecah belah. Tapi, sehari sebelum aku dibuang ke kota asing tempat aku
tinggal saat ini, aku segera mengambil keputusan. Akan kuserahkan keperawananku
pada raksasa yang kukasihi”. Keterangan:
Pada novel menceritakan tentang orangtua yang menceritakan tentang aku dalam
artian tokoh Shakuntala pernah berpacaran dengan seorang raksasa yang berada
didalam hutan kemudian mereka memberikan nasihat yang kedua bahwa keperawanan
ini ditujukan kepada perempuan terhadap suami dan jangan diberikan sebelum
menikah.
c. Teori Psikoanalitis feminisme
Seperti yang tertuang pada Halaman 70-71 adalah “Rogam turun menemui orang-orang yang membawa pisau sadap
dan berbicara dengan bahasa Komering. Berlari ke suatu arah, dan seorang wanita
agak tua muncul dari sebuah rumah yang jauh, dibelakang rimbun pohon-pohon. Dua
pemuda dua puluh tahun mengikutinya. Ketika mereka telah dekat dan bayang
daun-daun tertinggal, Wis bisa melihat salah satunya berwajah rusak. Sisi kiri
mukanya seperti pernah meleleh,meninggalkan kulit dan telinga yang memuai kaku
seperti boneka plastik mengering setelah terbakar. Merah dadu dan tak lagi
berpori”. Keterangan: penjelasannya adalah bahwa orang-orang yang membawa
pisau sadap seakan-akan mau berperang tetapi sebelumnya orang-orang menemui
Rogam dengan bahasa Komering. Pada saat itu Rogam berlari ke suatu arah untuk
menghindari kejaran dari orang-orang yang berusaha membunuhnya, tiba-tiba ada
seorang wanita yang agak tua muncul dari rumah yang jaraknya cukup jauh
dibelakang rimbun-rimbun pohon dan ada seorang pemuda yang berusia dua puluh
tahun berusaha mengikuti wanita agak tua ketika mereka telah dekat dan bayangan
daun-daun tertinggal, entah kenapa tiba-tiba Wis melihat seorang wanita agak
tua wajahnya mengalami kerusakan, sisi mukanya seperti meleleh, kulit dan
telinga yang memuai kaku seperti boneka plastik mengering setelah terbakar. Dan
wajahnya seperti merah dadu dan tak lagi berpori
d. Feminisme sosialis
Seperti yang tertuang pada Halaman 76-77 adalah “Pagi-pagi sekali, setelah berbilas di sungai, ia mulai
bekerja. Matahari telah mencapai pucuk-pucuk hutan karet, sebab bumi selatan
memasuki musim panas. Daun-daunnya mulai bertunas, tanda hujan mulai kerap
turun, biasanya setelah pukul tiga. Karena itu Wis ingin Upi mendapat rumah
baru sebelum musim hujan betul-betul menyiram. Hari itu Nasri membantunya
sementara Anson dan Mak Argani menakik di kebun.
Keterangan: Pada novel Saman karya Ayu Utami halaman 76-77 menjelaskan
bahwa dipagi hari Wis mulai bekerja, sinar matahari telah mencapai pucuk-pucuk
hutan karet menandakan bahwa bumi bagian selatan memasuki musim panas dan
daun-daunnya sudah mulai bertunas bahwa tanda hujan mulai kerap turun biasanya
setelah pukul tiga. Oleh karena itu Wis menginginkan Upi untuk mendapatkan
rumah baru sebelum musim hujan tiba dan hari itu juga Nasri membantu
membersihkan daun-daun yang mulai gugur sedangkan Anson dan Mak Argani menakik
di kebun
e. Feminisme kultural
Seperti yang tertuang pada Halaman 96 adalah
“Di bangsal yang bau karetnya menusuk, sekitar enam puluh pria dan sepuluh
wanita tua bersila atau bersimpuh, membentuk lingkaran seputar dua petromaks
yang menggumam. Mereka belum menanggalkan pisau sadap dan kerat mal dari
pinggang. Ibu-ibu muda tinggal di rumah menjaga anak-anak”. Keterangan:
Pada novel Saman karya Ayu Utami pada halaman 96 menceritakan tentang
kebudayaan yang ada di masyarakat sekitar bahwa ada enam puluh pria dan sepuluh
wanita tua duduk dengan posisi bersila atau bersimpuh membentuk lingkaran
sekitar dua petromaks yang menggumam dan mereka belum menanggalkan pisau sadap
dan kerat mal dari pinggang serta ibu-ibu tinggal di rumah menjaga anak-anaknya
dari hal-hal yang tidak diinginkan.
3.4
Feminisme dalam novel Larung
Kajian
feminisme yang dihadirkan dalam novel Larung
karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a.
Feminisme Liberal
Seperti yang
tertuang pada Halaman 94 adalah “Lalu kupikir-pikir, kenapa aku harus
menderita untuk menjaga selaput daraku semntara paarku mendapat kenikmtan?
Enaknya di dia nggak enak di gue. Akhirnya kupikir bodo amat,ah,udah tanggung.
Aku pun melakukannya, senggama.” Keterangan:
Novel Larung memperlihatkan tokoh
perempuan yang memiliki peran yang sama dengan laki-laki,perempuan yang mandiri
dan menentang adanya sistem patriarki.
b.
Feminisme Radikal
Kebudayaan
sebagai suatu sistem memiliki kekuatan yang dapat menimbulkan permasalahan.
Ketika ketidakadilan gender disebabkan oleh perbedaan biologis antara perempuan
dan laki-laki,maka menurut kaum feminisme radikal menganggap pihak perempuan
mengalami penindasan. Adanya sistem
patriarki melahirkan sistem dominasi pria sehingga perempuan ditindas. Seperti yang tertuang pada Halaman 97 dan 94
adalah
1. “biarin.
Paling tidak, aku bisa menyombong bahwa akulah satu-satunya dari kami berempat
yang pertama kali melakukan hubungan seks karena sadar dan suka. Shakuntala
menghabisi keperawananya lebih karena pemberontakan. Dia tidak menikmatinya. Laila
masih suci-hama sampai sekarang. Dan Yasmin berbuat karena keterusan”. Hlm: 97
2.“kadang
aku jengkel,apapun yang kita lakukan,yang juga dilakukan lelaki, kok kita
mendapat cap jelek. Laki-laki tidur bergantian dengan banyak cewek akan dicap
jagoan.arjuna. tapi perempuan yang tidur bergantian dengan banyak lelaki akan
dibilang piala bergilir. Pelacur” hlm: 94
3.5
Feminisme dalam novel Pengakuan eks Parasit Lajang
Kajian
feminisme yang dihadirkan dalam Pengakuan eks Parasit Lajang karya Ayu Utami adalah terjadinya :
Feminisme
kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan
yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Seperti yang tertuang pada
Halaman 7 adalah “Baru sekarang kubiarkan rambutku berbentuk, sedikit melebihi
bahu. Aku mulai memperhatikan kelebihan dan kekurangn wajahku. Aku mulai
menggambar garis mata dan alisku. Aku mulai menatapi tubuhku dengan takjub.baru
sekarang aku menyukai lekuk penggang ku. Atau menyenangi buah dada ku sambil
berharap bahwa masih bisa tumbuh lebih besa.r Keterangan: karena
disisni dijelaskan dia menjelaskan perbedaan tentang laki-laki dan perempuan.
b.
Feminisme Liberal
Seperti yang
tertuang pada Halaman 151 adalah “Rupanya, entah kenapa, hasil tes IQ gus
pacarku lumayan rendah dan aku lumayan tinggi. Perbedaan nilai kami cukup jauh.
Kupikir aku termasuk sepuluh teratas dan ia sepuluh terendah”. Keterangan:
Karena di sisni di jelaskan bahwa dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki
c. Feminisme Radikal
Seperti yang
tertuang pada Halaman 8 adalah “Tubuh yang baru ada pada mu kini akan membangkitkan hasrat laki-laki”. Keterangan:
Karena keyakinan sentral
c.
Teori Psikoanalitis Feminis
Seperti yang
tertuang pada Halaman 43 adalah “Tapi ia berkata, “nanti kalau kita sudah
menikah kamu harus panggil aku ‘mas”. Keterangan : Karena dia di paksa
untuk tunduk.
3.6 Feminisme dalam
novel Cerita Cinta Enrico
Kajian
feminisme yang dihadirkan dalam novel Cerita
Cinta Enrico karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a.
Feminisme Kultural
Hal ini
digambarkan dengan kalimat pada halaman 135 seperti ini :
“(Enrico): Aku siap mati. Tapi aku tidak membayangkan bahwa para mahasiswi siap mati tak hanya untuk cita-cita luhur, tetapi juga untuk melindungi kami, teman-temannya.
Aku selalu merasa bahwa perempuan sering jauh lebih tangguh dari pada laki-laki. Dan mereka memikirkan kehidupan, bukan kegagahan.
Kami para lelaki, sering melakukan sesuatu
demi kegagahan. Tapi kaum perempuan berbuat
demi kehidupan. Lelaki sering berbuat untuk egonya sendiri, sedang perempuan beruat untuk orang lain. Tiba-tiba aku teringat Sanda,
kakakku yang menyelamatkan aku dari serangan ayam hitam pemakan anak kecil”.
b. Feminisme Liberal
Hal ini digambarkan dengan kalimat seperti pada halaman
198 : “Katanya karena selama ini perempuan terlalu ditekan oleh nilai,
keluarga, dan masyarakat untuk menikah. Harus ada pembebasan dari itu. Ia tidak setuju bahwa suami adalah pemimpin istri.
Hukum perkawinan Indoneisa menjadikan suami kepala keluarga, dan ia tak mau hal itu. Itu bukan urusan negara.
c. Feminisme Radikal
Hal ini digambarkan dengan kalimat halaman 203-204 seperti ini: “Ishak juga. Ia lahir justru setelah Sarai,istri
Abraham yang kini telah ganti nama menjadi Sarah, sudah menopause. Sebuah
pelanggaran hukum alam juga.
“Raja Salomo adalah anak Daud dengan Batsyeba. Kita tahu bagaimana Raja
Daud Merebut Batsyeba dari suaminya. Ia mengirim Uriel, suami yang malang itu,
ke medan perang memang supaya mati disana. Dan Alkitab tidak menyembunyikan
bahwa perbuatan Daud itu jahat di mata Tuhan. Nabi Natan memperingatkan itu
pada Raja Daud”.
“Daud sendiri adalah keturunan Isai. Nah, Isai lahir
dari persetubuhan menantu dan mertua sebuah pelanggaran hukum masyarakat! Tapi
pelanggaran hukum ini terjadi karena hukum yang ada pun tidak adil pada yang
lemah. Yang lemah dalam hal ini adalah Tamar, menantu perempuan Yehuda. Yehuda
seharusnya memberikan anak bungsu nya menggantikan suami Tamar yang mati-sesuai
adat yang berlaku waktu itu. Tapi, Yehuda tidak mau melakukanya. Akibatnya,
Tamar tidak bisa mendapatkan keturunan. Maka, Tamar menjebak mertuanya sendiri,
mertua yang curang itu, untuk menghamili dirinya.
d.
Teori Interseksionalitas
Teori ini diawali dari
pemahaman bahwa perempuan mengalami penindasan dalam berbagai konfigurasi dan
dalam berbagai tingkat intensitas. Penjelasan utama dari teori
interseksionalitas adalah semua perempuan secara potensial mengalami penindasan
berdasarkan gender, perempuan secara berbeda tertindas oleh beragam interaksi
tatanan ketimpangan sosial.
Hal ini digambarkan dengan kalimat halaman 145 seperti ini : “Sebagai pedagang telur,
ibuku tak pernah menahan telur untuk menjelang Lebaran, dimana harga akan jadi tinggi dan aku akan nuntung banyak. Ia marah besar ketika tahu aku menumpuk ribuan telur di kamar menjelang Lebaran.
Ia melarang ku berbuat begitu lagi. Itu tidak benar, katanya. Dan soal kesetiakawanan, jangan tanya lagi. Ibuku tidak datang ketika dijemput pasukan Yani dalam Operasi Bayi Gerilya. Ia memilih kehilangan seperempat puting susunya demi kesetiaanya pada
Ayah”.
BAB
IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Perjuangan
wanita pada novel-novel buah karya Ayu Utami cukup dominan, dimana perjuangan
wanita sendiri dilatar belakangi oleh penulis sendiri yang merupakan
perempuan. Mulai dari feminisme
kultural, liberal, radikal, sosial, hingga interseksionalitas. Hal yang dominan
dalam novel karya Ayu Utami yaitu wanita yang memperjuangkan hidupnya agar memiliki kesetaraan seperti
laki-laki, yang hidup bebas dalam melakukan apapun selayaknya laki-laki.
Daftar Pustaka
Humm,
Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminisme. Terjemahan Mundi rahayu. Yogyakarta:
Fajar Pustaka baru.
Diana,
Jumianti. 2011. Gender dalam Novel
Perempuan, Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur Tinjauan Kritik Sastra Feminis.
Skripsi Sastra Universitas Hasannudin.
Kristiani,
Etika. 2009. Citra perempuan dalam Novel
Saman Karya Ayu Utami Suatu Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Skripsi Sastra
Universitas Hasannudin.
Utami,
Ayu. 2014. Maya, Jakarta: Gramedia.
Utami,
Ayu. 2013. Pengakuan eks Parasit Lajang,
Jakarta: Gramedia.
Utami,
Ayu. 2013. Saman, Jakarta: Gramedia.
Utami,
Ayu. 2013. Pengakuan Si parasit Lajang,
Jakarta: Gramedia.
Utami,
Ayu. 2013. Larung, Jakarta: Gramedia.
Utami,
Ayu. 2012. Cerita Cinta Enrico,
Jakarta: Gramedia.
http://banknaskah-fs.blogspot.com
No comments:
Post a Comment