ANALISIS SIMBOL CINTA DALAM KUMPULAN PUISI DERU CAMPUR DEBU KARYA CHAIRIL ANWAR KAJIAN SEMIOTIK PEIRCE
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya Sebagai seni kreatif yang menggunakan
manusia dan segla macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media
untuk menyampaikan teori, ide, dan sistem berfikir, tetapi juga merupakan media
untuk menampung ide, teori, atau sistem berfikir manusia.
Puisi
adalah karya sastra yang kompleks pada setiap lariknya mempunyai makna yang
dapat ditafsirkan secara denotatif dan konotatif. Puisi merupakan suatu karya
sastra yang inspiratif dan mewakili makna yang tersirat dari ungkapan batin
seorang penyair. Sehingga setiap kata atau kalimat tersebut secara tidak
langsung mempunyai makna yang abstrak dan memberikan imaji terhadap pembaca.
Kata-kata dalam puisi dapat membentuk suatu bayangan khayalan bagi pembaca,
sehingga memberikan makna yang sangat kompleks.
Bahasa yang terdapat dalam
sebuah puisi terkadang terlalu susah dicari maknanya, karena bahasa dalam puisi
bersifat ambigu dan homonitas, yangtentunya tidak dapat dilepaskan dengan
sifatnya konotatif.
Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2011:134) mengatakan bahwa puisi adalah salah
satu cabang sastra yang mengungkapkan kata-kata sebagai media penyampaian untuk
membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisa yang menggunakan garis
dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukis.
Dalam membahas simbol pada puisi,
biasanya membedakan antara simbol pribadi, penyair modern dengan simbolnya yang
pernah dipakai pengarang-pengarang sebelumnya dan sudah diphami secara luas.
Mula-mula simbolisme pribadi berkonotasi negatif, tetapi perasaan dan sikap
terhadap simbol puitis selalu ambivalen. Sukar mencari lawan kata pribadi dalam
konteks ini.
Di dalam kumpulan puisi Deru Campur
Debu karya Chairil Anwar ini membaha tentang seorang penyair yang mengungkapkan
ide atau gagasanya/imajinasinya tentang cinta kasih seorang penyair tersebut.
Cinta yang diperlihatkan oleh seorang penyair tersebut yaitu tentang cinta
kepada tuhan, cinta kepada sesama dan cinta erotis. Dalam kumpulan puisi
tersebut tiga hal pokok tadi sangt dominan dalam kumpulan puisi Deru Campur
Debu karya Chairil Anwar yaitu cinta kepada tuhan, cinta kepada sesama dan
cinta erotis.
Di dalam kumpulan puisi Deru Campur
Debu karya Chairil Anwar ini membahas tentang bagaimana sang penyair
mengekspreikan symbol cintanya dengan baik. Ada tiga hal pokok yang terdapat
pada kumpulan puisi Deru Campur debu karya Chairil anwar yaitu tentang cinta
kepada tuhan, cinta kepada sesame dan cinta erotis, karena dalam kumpulan puisi
tersebut menceritakan tentang seseorang yang sangat mencintai tuhan, sahabat
dan kekasihnya.
Penelitian mengenai “Analisis Semiotik Simbol Cinta pada Puisi
Deru Campur Debu karya Chairil Anwar:
Kajian Semiotik Pierce” berkaitan tentang Penelitian Sayekti Handayani (2005)
yang berjudul "Aspek Moral dalam
Novel Biru Karya Fira Basuki: Tinjauan Semiotik". Sayekti mengungkapkan,
berdasarkan analisis semiotik terhadap novel Biru, ditemukan bahwa: (1) Aspek
agama sebagai penentram batin yaitu tindakan yang dilakukan untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan Sang Pencipta, (2) Aspek kepedulian terhadap
lingkungan yaitu suatu tindakan peduli
dalam pencemaran lingkungan, (3) Aspek korupsi dan memperkaya diri yaitu
tindakan yang dilakukan bukan hanya karena alasan minimnya ekonomi, tetapi
sudah merupakan suatu kebudayaan khususnya di Indonesia, (4) Aspek
perselingkuhan yaitu alasan perselingkuhan salah satunya adalah tidak ada
kecocokan antara keduanya, (5) Aspek pelecehan seksual yaitu pelecehan terhadap
perempuan yang tidak hanya terbatas pada gerakan fisik, tetapi sudah mengarah
pada tindakan kriminal yaitu perkosaan, (6) Aspek pergaulan bebas yaitu ada
pergaulan tanpa batasan yang dilakukan sebagian anak muda dan salah satu
penyebabnya adalah pengaruh lingkungan dan longgarnya moral agama dan efek
sosial di kalangan anak muda.
Adapun persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Penelitian Sayekti Handayani (2005) terletak pada tinjaunnya
yaitu sama-sama menggunkan kajian semiotik, sedangkan letak perbedaanya pada
objek yang di teliti, kalaua penelitan yang dilakukan oleh Penelitian Sayekti
Handayani (2005) menggunakan novel sedangkan penelitian ini menggunakan puisi
sebagai objek penelitian.
Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk menelititentang kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar. Berdasarkan
latar belakang di atas maka peneliti ini meneliti “Analisis Simbol dalam
Kumpulan Puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar Kajian Semiotika
Peirce”.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana simbol cinta kepada Tuhan dalam
kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar?
2) Bagaimana simbol cinta kepada sesama
dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar?
3) Bagaimana symbol cinta erotis dalam kumpulan
puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar?
1.3 Tujuan
1) Mendeskripsikan simbol cinta kepada
tuhan dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar
2) Mendeskripsikan simbol cinta kepada sesama dalam
kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar
3) Mendeskripsikan simbol cinta erotis dalam
kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat –
manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Manfaat
Teoritis
Penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang sastra pada analisis puisi
dengan menggunakan teori semiotik yang menitik beratkan pada simbol cinta.
Selain hal tersebut, penelitian diharapkan dapat memperkuat perkembangan
penggunaan semiotik dalam menganalisis sebuah karya sastra.
2.
Manfaat
Praktis (peneliti, pembaca)
Hasil penelitian ini dapat
memperluas pengetahuan mengenai apresiasi pembaca sastra terhadap aspek simbol
cinta terhapat puisi. Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian
karya sastra dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra
selanjutnya. Penelitian ini memperkaya wawasan penelitian, khususnya pembaca
pada umumnya tentang perkembangan karya sastra.
1.5 Definisi Operasional
Definisi operasional
bertujuan untuk memberikan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini
pada rumusan masalah di atas tentang simbol cinta yang terkandung dalam
kumpulan puisi Deru Campur Debu karya C8hairil Anwar yang berhubungan beberapa
aspek yaitu:
1. Semiotika adalah sebagai teori filsafat umum yang berkenaan
dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode
yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi.
2.
Cinta kepada Tuhan
merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan yang ghaib, yaitu yang
menciptakannya. Cinta Tuhan lahir dari keyakinan agamanya, dan yang akan Tuhannya
yang menentukan segala kehidupannya.
3.
Cinta sahabat atau persaudaraan, adalah cinta yang paling dasar dan
umum. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain. Kehidupan
kelompok, kebersamaan, interaksi sosial merupakan kebutuhan dasar dari
individu. Untuk membentuk kehidupan bersama, kehidupan kelompok, dan interaksi
sosial yang baik perlu didasari oleh rasa senang, rasa bersahabat, rasa cinta
dari individu ke individu yang lainnya.
4.
Cinta erotik merupakan cinta
antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dengan wanita. Cinta ini disebut
cinta erotik karena mengandung dorongan-dorongan erotik atau seksual.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Puisi
Ada tiga bentuk karya sastra, yaitu;
prosa, puisi, dan drama. Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal
ditulis manusia. Karya –karya sastra lama yang berbentuk puisi misalnya;
Mahabrata dan Ramayana.
Secara etimologi, istilah puisi
berasal dari bahasa Yunani; Poima yang berarti membuat, atau Poesis
yang berarti pembuatan, sedangkan dalam bahasa inggris disebut ‘Poem’
atau ‘Poetry’. Puisi diartikan sebagai membuat atau pembuatan, karena
pada dasarnya melalui puisi seorang telah mampu membuat dan menciptakan suatu
dunia tersendiri berdasarkan hasil pemikiran dan daya imajinasinya yang di
dalamnya berisi amanat atau pesan serta gambaran suasana-suasana tertentu, baik
berupa fisik maupun batin seseorang (Aminuddin, 1987: 134).
Istilah puisi bukan suatu yang
asing, namun untuk menjelaskan pengertian puisi seringkali mengalami kesulitan
karena beragamnya bentuk puisi sehingga rumusan-rumusan pengertian puisi
berbeda pula. Antar penyair yang satu dengan penyair yang lainnya mempunyai
dasar pengertian yang berbeda tentang puisi. Rumusan pengertian puisi yang
diberikan akan tidak sesuai jika diterapkan pada bentuk puisi yang berbeda.
Dari hal itulah maka pendefinisian puisi sangat beragam bergantung pada sisi
mana pengertian itu diberikan dan kedalaman pemahaman seseorang tentangnya.
Walaupun sampai sekarang tidak dapat
dijumpai pengertian puisi yang tepat untuk semua bentuk dan jenis puisi, kita
dapat memakai ciri-ciri yang dimiliki oleh puisi. Beberapa tokoh memberikan
penegtian puisi sangat beragam. Wiryosoedarmo mengatakan puisi sebagai karangan
yang terikat oleh banyaknya baris dalam tiap bait, banyaknya kata dalam suku
kata dalam tiap baris, rima dalam irama (Pradopo, 2002: 5). Hudson
mengutip Mc Caulay memberikan pengertian
puisi sebagai salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampainya untuk
membuahkan ilusi dan imajinasi, yaitu dengan kata-kata yang indah, penataan
unsure bunyinya mampu mengungkap gagasan, angan-angan atau imajinasi serta
ilusi tentang keindahan ketika membaca puisi tersebut.
Puisi dapat dikenali dari struktur
lahir dan struktur batinnya. Memperhatikan struktur lahirnya, Mulyana
mengatakan puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan
suara sebagai ciri khasnya, yang menghasilkna rima , ritma dan musikalitas.
Sedangkan Reeves menyatakan puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh
dengan daya pikat, sedang Samson lebih melihat puisi sebagai bentuk pengucapan
bahasa yang ritmis yang mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat
imajinatif dan emosional (Waluyo, 1987:23).
Dilihat dari struktur batin puisi,
Waluyo (1987:23) mengumpulkan pendapat para tokoh mengenai puisi antara lain;
Puisi adalah bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan
mempertimbangkan efek keindahan (Spenser), atau peluapan yang spontan dari perasaan
yang penuh daya yang berpangkal dari emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian
(Johnson), ungkapan perasaan, pikiran dan emosional pengarang yang diwujudkan
dalam bentuk keindahan. Waluyo pada satu kesimpulan bahwa puisi adalah bentuk
karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif
dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan
pengkonsentrasian struktur lahir dan struktur batinnya (1987:25).
Aminuddin (1987:134) mengatakan
bahwa pada dasarnya perumusan pengertian puisi tidak begitu penting, karena
yang terpenting adalah bagaimana kita. Mampu menikmati puisi yang ada. Namun
untuk sekedar pandangan agar kita tidak terlalu sulit untuk mendefinisikan
puisi.
Maka dapat disimpulkan dari beberapa
tokoh mengenai pengertian puisi yang beragam, yaitu bahwa: “Puisi adalah bentuk
karya sastra yang mengungkapkan pikran dan perasaan penyair scara imajinatif
dan disusun dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya yang
ditampilkan dengan susunan terindah”.
2.2 Teori Semiotika Peirce
Semiotika adalah teori yang berkaitan dengan
masalah ketandaan dalam perkembangan teori ini timbul dua pendapat dalam hal
pemaknaan unsur-unsur bahasa yaitu antara semiotika Saussurean dan Pericean.
Menurut Ratna (dalam Ratna 2015: 104) mengungkapkan perbedaan yang sangat jelas
antara keduanya yaitu sausure menemukan makna melalui hubungan antara dua
unsur, sedangkan Pierce melalui tiga unsur. Oleh karena itulah, teori semiotika
Saussure disebut sebagai konstruksi dialik, sedangkan Pierce sebagai triadik.
Menurut Nort (dalam prosiding) menyatakan bahwa
berdasakan pada klasifikasi yang dibuat oleh pierce tanda dalam system tanda
dapat ditafsirkan melalui tiga cara pembeda, tergantung pada hubungannya dan
objek yang diwakili. Pertama,
penafsiran dapat di berasumsi bahwa tanda tidak memiliki hubungan fisik dengan
objek yang diacu, seperti bendera nasional melambangkan suatu negara. Tanda
seperti ini disebut symbol yang hanya dapat dipahami dengan mengaitkan
maknanya. Kedua, penafsiran dapat
menempatkan tanda sebagai indeks. Indeks dalam beberapa hal secara fisik
terhubung dengan objek yang diwakilinya. Misalnya asap menunjukkan keberadaan
api. Ketiga, penafsir dapat percaya
bahwa tanda adalah ikon dari objek yang digambarkan. Ikon hamper sepenuhnya
mewakili sifat fisik objek yang diwakili.
Semiotika merupakan istilah yang berasal dari kata
Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau sign dalam bahasa
Inggris itu adalah ‘ilmu yang mempelajari sistem tanda ‘ seperti: bahasa, kode,
sinyal, dan sebagainya. Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi.
Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan
sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini.
Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut; “Semiotik biasanya didefinisikan sebagai
teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan
simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk
mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal
serta tactile dan olfactory, semua tanda
atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang di
miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis
menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan
perilaku manusia”.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama
manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Semiotika yang merupakan bidang studi tentang tanda dan cara
tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi
tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yaitu :
1. tanda,
2. acuan tanda, dan
3. pengguna tanda.
Tanda merupakan sesuatu yang
bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita. Tanda mengacu pada sesuatu di luar
tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga
disebut tanda.
Kajian semiotik merupakan kajian
terhadap tanda-tanda secara sistematis yang terdapat dalam karya sastra
termasuk novel. Ada dua hal yang berhubungan dengan tanda, yakni yang menandai
atau penanda yang ditandai atau penanda. Hubungan antara tanda dengan acuan
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
Simbol yang ada tentunya sudah mendapat persetujuan antara
pemakai tanda dengan acuannya. Misalnya, bahasa merupakan simbol yang paling
lengkap, terbentuk secara konvensional, hubungan kata dengan artinya dan
sebagainya. Ada tiga macam simbol yang dikenal, yakni (1) simbol pribadi,
misalnya seseorang menangis bila mendengar sebuah lagu gembira karena lagu itu
telah menjadi lambang pribadi ketika orang yang dicintainya meninggal dunia,
(2) simbol pemufakatan, misalnya burung Garuda atau Pancasila, bintang=
keutuhan, padi dan kapas= keadilan sosial, dan (3) simbol universal, misalnya
bunga adalah lambang cinta, laut adalah lambang kehidupan yang dinamis.
2. 3 Teori Simbol
Kata “simbol” yang berasal dari kata Yunani sumballo
berarti menghubungkan atau mengabungkan. Simbol merupakan suatu tanda, tetapi
tidak setiap tanda adalah simbol. Simbol yang berstruktur polisemik adalah
ekspresi yang mengkomunikasikan banyak arti. Bagi Ricoeur, yang menandai suatu
tanda sebagai simbol adalah arti gandanya atau intensional arti gandanya.
Ricoeur merumuskan bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung
primer, sekunder, figuratif yang tidak dapat dipahami selain lewat arti
pertama.
Ketika masyarakat majemuk berinteraksi dengan masyarakat
lain yang berbeda budaya, maka tatkala proses komunikasi dilakukan,
simbol-simbol verbal atau nonverbal secara tidak langsung dipergunakan dalam proses
tersebut. Penggunaan simbol-simbol ini acapkali menghasilkan makna-makna yang
berbeda dari pelaku komunikasi, walau tak jarang pemaknaan atas simbol akan
menghasilkan arti yang sama, sesuai harapan pelaku komunikasi tersebut
Ricoeur (dalam Rosyidi, 2010:159) mendefiniskan simbol
sebagai struktur penanda yang di dalamnya terdapat sebuah makna langsung, pokok
atau literer menunjukkan kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung,
sekunder dan figuratif yang dapat dipahami hanya melalui yag pertama.
Pembebasan ekspresi dengan sebuah makna ganda ini mengatakan dengan tepat
wilayah hermeneutik.
Sedangkan Noth (2006:45) mengatakan bahwa simbol merupakan
kategori atas tanda-tanda arbitrer dan konvensional “suatu simbol merupakan
tanda yang mengacu pada objek yang digambarkan oleh suatu hukum, biasanya
asosiasi ide-ide umum”.
Menurut Morris (dalam Noth, 2006:55) mengatakan bahwa simbol
merupakan tanda yang dihasilkan oleh interpretasinya yang bertindak sebagai
pengganti atas tanda lain yang yang dianggap sinonim semua tanda yang bukan
simbol.
Lain halnya dengan Hjelmslev (dalam Noth, 2006:71)
mendefinisiakan simbol sebagai entitas nonsemiotik yang bisa
diintepretasikan dalam termonologinya, entitas monoplanar itu dengan isomorfi
ekspresi.
Simbol banyak digunakan dalam bidang humariora dalam
pengertian yang luas simbol merupakan sinonim tanda (Noth, 2006:115). Menurut
Whitehead (dalam Noth, 2006:115) mangatakan setiap tindak persepsi tidak
langsung merupakan simbol. Ogned dan Richrd (dalam Noth, 2006:115)
mendefinisikan simbol sebagai tanda yang digunakan dalam komunikasi manusia.
Maka, simbol yang diartikan Pierce sebagai tanda yang
mengacu pada objek itu sendiri, melibatkan tiga unsur mendasar dalam teori segi
tiga makna : simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara
simbol dengan rujukan. Di sini dapat dilihat, bahwa hubungan antara simbol
sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya konfensional.
Masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang
diacu dan menafsirkan maknanya.
Kajian simbol berjalan dengan dua kesulitan untuk masuk ke
struktur gandanya, pertama, simbol memiliki bidang penelitian yang terlalu
banyak dan terlalu beraneka ragam. Ke dua, konsep simbol melekat pada dua dimensi atau dua semesta wacana,
yaitu suatu tatanan lingustik dan tatanan nonlingustik. Simbol limguistik
dibuktikan oleh fakta bahwa simbol dibangun oleh simantik simbol yaitu teori
yang menjelaskan struktur simbol berdasarkan makna signifikan (Rosyidi,
2010:159-160).
Kompleksitas eksternal simbol ini dapat dijelaskan oleh teori
metafora dengan tiga langkah:
1. Mengindentifikasi benih semantik
yang khas setiap simbol betapapun berbedanya masing-masing, berdasarkan
struktur makna yang operatif dalam tuturan metaforis.
2. Berfungsinya metaforis bahasa akan
membebaskan peneliti untuk memisahkan strata nonlinguistik simbol, penyebaran
baru mengenai simbol ini akan menimbulkan perkembangan yang jauh dalam teori
metafora yang jika tidak tersembunyi. Dengan cara ini, teori simbol akan
mengizinkan peneliti untuk menyempurnakan teori metafora (Ricoeur dalam
Rosyidi, 2010:153).
Ciri makna semantik simbol diindentifikasi dengan melihat
hubungan makna harfiah dengan figuratif dalam tuturan metaforis. Simbol
dikaitkan dengan bahasa sebab simbol muncul jika ia di ujarkan, sedangkan
metafora adalah pelaku ulang yang membahas aspek simbol (Rosyidi, 2010:160).
Simbol tidak dapat hanya disikapi secara isolatif, terpisah
dari hubungan asosiatifnya dengan simbol lainnya. Simbol berbeda dengan bunyi,
simbol telah memiliki kesatuan bentuk dan juga makna. Maka, pada dasarnya
simbol dapat dibedakan menjadi simbol-simbol universal, simbol kultural yang
dilatarbelakangi oleh kebudayaan tertentu, dan simbol individual
Teori metafora berguna mengungkapkan simbol sehingga
metafora memahami pelanggaran semantik pada kalimat menjadi model untuk
perluasan makna. Maka simbol sebenarnya bertentangan dengan makna. Dalam makna
simbol tentu tidak ada dua makna, maka dua makna itu menjadi satu tingkatan
(gerakan) yang memindahkan dari satu tingkat (linguistik) ke tingkat
(nonlinguistik) yang keduanya berasimilasi menjadi makna yang dicari (Ricoeur
dalam Rosyidi, 2010:161).
Simbol tidak bisa diatasi secara tuntas oleh bahasa
konseptual, ada lebih banyak simbol dari pada persamaan konseptualnya. Untuk
mengindentifikasi sisi nonsemantik simbol dengan metode kontras, maka setuju
menyebutnya semantik ciri-ciri simbol.
1.
Memungkinkan analisis linguistik dan analisis logis logis berdasarkan makna
interpretasi.
2.
Mempunyai persamaan metafora yang sesuai. Oleh karena itu, sesuatu dalam simbol
tidak sesuai dengan metafora karena kenyataannya ini menolak transkripsi
linguistik, sematik, atau logis (Ricoeur dalam Rosyidi, 2010:161).
Simbolisme hanya bekerja ketika struktur ditafsirkan.
Hermeneutik minimal demi fungsinya simbolisme apa pun. Akan tetapi, penjabaran
linguistik ini tidak menekankan pada apa yang disebut ketaatan pada simbolisme
yang khas semesta suci. Penafsiran suatu simbolisme, bahkan, tidak dapat
terjadi jika mediasinya tidak disahkan oleh hubungan langsung antara makna
dalam hierofani itu di bawah pertimbangan. Kesucian dalam membuka dirinya dalam
mengatakan dirinya sebagai simbol (Ricoeur dalam Rosyidi, 2010:162).
Kata-kata yang memiliki berbagai bentuk
makna, yang sifatnya tidak langsung dan kias, demikian dapat dipahami dengan
simbol-simbol tersebut. Simbol dan interpretasi konsep yang mempunyai
pluraritas makna yang terkandung di dalam simbol atau kata-kata di dalam
bahasa. Setiap interpretasi adalah upaya untuk membongkar makna yang
terselubung. Oleh sebab itu, “Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yang
terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum
diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut” (Wachid B.S., 2008:
26-27).
2. 3.1 Simbol Cinta pada Tuhan
Dalam
semua agama ateis, Tuhan adalah nilai tertinggi yang paling didambakan. Cinta
Tuhan adalah karunia. Sikap religius yang benar adalah mempercayai karunia ini
dan menghayati diri sebagai yang kecil dan tak berdaya. Karakter cinta Tuhan
berkaitan erat dengan pentingnya unsur-unsur patriarkhal dan matriarkhal dalam
sebuah agama. Dalam konteks partiarkhal, Tuhan itu adil dan tegas; Dia memberi
hukuman dan pahala. Sedangkan dari segi martriakhal dalam agama, Tuhan
mencintai dan merengkuh kita, tidak pandang bulu, seperti layaknya ibu;
menolong, melindungi dan mengampuni.
Pemujaan
adalah salah satu manifestasi cinta manusia kepada Tuhannya yang diwujudkan
dalam bentuk komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada tuhan
adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya.
Tuhan
adalah pencipta, tetapi tuhan juga penghancur segalanya, bila manusia mengabaikan
segala perintahnya. Karena itu ketakutan manusia selalu mendampingi hidupnya
dan untuk menghilangkan ketakutan itu manusia memujanya.
Karena
itu jelaslah bagi kita semua, bahwa pemujaan kepada tuhan adalah bagian hidup
manusia, karena Tuhan pencipta semesta termasuk manusia itu sendiri. Dan
penciptaan semesta untuk manusia. Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena
manusia ingin berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini berarti manusia mohon
ampun atas segala dosanya. Mohon perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan,
agar ditunjukkan jalan yang benar, mohon ditambahkan segala keinginan kita.
Cinta
Tuhan merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan yang ghaib, yaitu yang
menciptakannya. Cinta Tuhan lahir dari keyakinan agamanya, dan akan Tuhannya
yang menentukan segala kehidupannya. Cinta Tuhan juga merupakan manifestasi
dari kesediaan makhluk untuk berbakti kepada-Nya. Cinta
terhadap Sang Maha cinta merupakan klimaks dari pada cinta itu sendiri. Di ranah agama cinta identik dengan Tuhan, nilai tertinggi
dalam ajaran agama adalah cinta terhadap Sang Maha cinta. Puncak cinta
manusia yang paling bening, jernih, dan spritual ialah cinta kepada Tuhan.
Semua cinta bersumber dari agama karena cinta terlahir dari Tuhan. Cinta Tuhan
berasal dari kebutuhan dan mengatasi keterpisahan serta untuk meraih kesatuan
(Fromm, 2004:112).
Cinta kepada Tuhan bukanlah pengetahuan mengenai Tuhan
dalam pikiran dan bukan juga pikiran tentang
cinta terhadap Tuhan, melainkan tindakan mengalami kesatuan dengan Tuhan. Hal
ini mengarah pada penekanan cara hidup yang tepat (Fromm 2004:136).
Cinta Tuhan merupakan manifestasi dari hubungan
manusia dengan yang ghaib, yaitu yang menciptakannya. Cinta Tuhan
lahir dari keyakinan agamanya, dan akan Tuhannya yang menentukan segala kehidupannya.
Cinta Tuhan juga merupakan manifestasi dari kesediaan makhluk untuk berbakti
kepada-Nya.
Cinta Tuhan
adalah bentuk cinta yang berdimensi spiritual yaitu hakikat cinta Ilahi di mana
kita akan menemukan kedamaian dalam hening yang abadi. Cinta
Tuhan merupakan
wujud kesempurnaan dari rasa cinta. Kita tidak hanya akan
mendahulukan kepentingan objek yang kita
cintai. Lebih dari itu, ketika kita telah mencapai tingkatan ini kita tidak
akan lagi melihat diri kita sebagai sesuatu yang kita miliki, penyerahan secara
penuh, sirnanya kepentingan pribadi. Kita merasa bahwa apapun yang kita miliki
adalah milik objek yang dicintai.
2.2.3 Simbol Cinta Sesama
Cinta sahabat atau persaudaraan,
adalah cinta yang paling dasar dan umum. Sebagai makhluk sosial manusia
membutuhkan orang lain. Kehidupan kelompok, kebersamaan, interaksi sosial
merupakan kebutuhan dasar dari individu. Untuk membentuk kehidupan bersama,
kehidupan kelompok, dan interaksi sosial yang baik perlu didasari oleh rasa
senang, rasa bersahabat, rasa cinta dari individu ke individu yang lainnya.
Sebagai
makhluk sosial manusia tidak bisa lepas dari
saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain dalam melengkapi kekurangan dari
masing-masing individu. Hal ini akan terealisasi apabila cinta terhadap sesama
tertanam dalam kehidupan kita dalam menjalankan peran kita sebagai makhluk
sosial.
Menurut
Fromm (2004:82). Cinta persaudaraan jenis cinta yang paling fundamental yang
mendasari semua tipe cinta adalah cinta persaudaraan (brotherly love). Yang
saya maksudkan dalam kata ini adalah sebuah rasa tanggungjawab, perhatian,
penghormatan serta pemahaman akan setiap manusia lain yang ingin kita majukan
hidupnya
Cinta
sahabat atau persaudaraan, adalah cinta yang paling dasar dan umum. Sebagai
makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain. Kehidupan kelompok, kebersamaan,
interaksi sosial merupakan kebutuhan dasar dari individu. Untuk membentuk
kehidupan bersama, kehidupan kelompok, dan interaksi sosial yang baik perlu
didasari oleh rasa senang, rasa bersahabat, rasa cinta dari individu ke
individu yang lainnya.
Fromm
(2004:85) menyatakan cinta persaudraan merupakan cinta antara mahkluk
sederajat, meski sesungguhnya kita semua juga selalu sederajat.
Hal
senada juga didukung oleh Sorokin (Krich, 2009:386) diranah sosial cinta adalah
interaksi yang penuh makna antara dua orang atau lebih, tempat segala keinginan
dan tujuan dari seseorang terbagi bersama dan tercapai dengan bantuan orang
lain. Seorang pecinta tidak akan menghalang-halangi pencapaian dari orang yang
dicintai, sebaliknya, ia akan menolong tidak akan menimbulkan rasa sakit atau
kesedihan bagi orang yang dicintai.
2.2.4 Simbol Cinta
Erotis
Cinta
jenis ini mendambakan peleburan secara total, penyatuan dengan pribadi lain.
Pada hakekatnya cinta erotis bersifat eksklusif dan tidak universal. Cinta
inilah yang barangkali merupakan bentuk cinta yang paling tidak dipercaya.
Cinta
erotis sering dikaitkan dengan pengalaman eksplosif jatuh cinta; suatu
keruntuhan tiba-tiba atas tembok pemisah yang ada di antara dua orang yang
masih terasa masih asing satu sama lain. Kemudian pengalaman keintiman yang
tiba-tiba ini pada dasarnya bersifat sementara. Kebanyakan orang mengatakan
bahwa gagasan tentang cinta juga seringkali di samakan dengan keinginan seksual,
sehingga mereka mudah terbawa pada kesimpulan yang salah bahwa mereka sedang
mencintai orang lain. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah situasi dimana
mereka saling menginginkan secara fisik. Bila keinginan untuk penyatuan fisik
tidak dirangsang oleh cinta, maka cinta itu hanya membawa pada penyatuan yang
bersifat orgiatis dan sementara.
Cinta
erotis apabila memang merupakan cinta, mempunyai satu premis yaitu: bahwa saya
benar-benar mencintai dari hakekat keberadaan saya dan menerima pribadi yang lain
dalam hakikat keberadaan saya. Lebih jauh, mencintai seseorang bukan hanya
melibatkan perasaan yang kuat saja, melainkan juga melibatkan suatu keputusan,
suatu penilaian dan suatu perjanjian.
Cinta
erotik merupakan cinta antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dengan
wanita. Cinta ini disebut cinta erotik karena mengandung dorongan-dorongan
erotik atau seksual. Pada umumnya, perasaan cinta ini muncul dalam diri
seseorang bersamaan dengan munculnya hormon seksual pada saat memasuki masa
remaja awal. Jika perasaan cinta ini tidak terkendalikan dengan baik justru
akan dapat menimbulkan berbagai bentuk penyimpangan perilaku seksual.
Cinta yang sangat berbeda dengan kedua jenis cinta
yang telah disebutkan adalah cinta erotis.cinta erotis mendambakan sesuatu
peleburan secara total,penyatuan dengan pribadi lain.Pada hakekatnya, cinta
erotis bersifat eksklusif dan tidak
universal.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin, 1987.
Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: IKIP Malang.
Pradopo, Rahmat
Djoko. 2002. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Waluyo, Herman J. 1987. Teori
dan Apesiasi Puisi. Jakarta: Erlangga
Rosyidi, M.Ikwan
dkk. 2010. Analisis Teks Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
North, Winfried.
2006. Handbook Of Semiotics terjemahan Abdul Syukur(ed).
Surabaya: Airlangga University Press.
Surabaya: Airlangga University Press.
Wachid
B.S., Abdul. 2008. Gandrung Cinta.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fromm, Erich.
2004. The Art of Loving. Jakarta: Fresh Book
No comments:
Post a Comment