Kumpulan Karya Sastra Indonesia

Sunday, October 29, 2017

ANALISIS SIMBOL CINTA DALAM KUMPULAN PUISI DERU CAMPUR DEBU KARYA CHAIRIL ANWAR KAJIAN SEMIOTIK PEIRCE

ANALISIS SIMBOL CINTA DALAM KUMPULAN PUISI DERU CAMPUR DEBU KARYA CHAIRIL ANWAR KAJIAN SEMIOTIK PEIRCE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segla macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan teori, ide, dan sistem berfikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berfikir manusia.
Puisi adalah karya sastra yang kompleks pada setiap lariknya mempunyai makna yang dapat ditafsirkan secara denotatif dan konotatif. Puisi merupakan suatu karya sastra yang inspiratif dan mewakili makna yang tersirat dari ungkapan batin seorang penyair. Sehingga setiap kata atau kalimat tersebut secara tidak langsung mempunyai makna yang abstrak dan memberikan imaji terhadap pembaca. Kata-kata dalam puisi dapat membentuk suatu bayangan khayalan bagi pembaca, sehingga memberikan makna yang sangat kompleks.
Bahasa yang terdapat dalam sebuah puisi terkadang terlalu susah dicari maknanya, karena bahasa dalam puisi bersifat ambigu dan homonitas, yangtentunya tidak dapat dilepaskan dengan sifatnya konotatif. Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2011:134) mengatakan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang mengungkapkan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisa yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukis.
Dalam membahas simbol pada puisi, biasanya membedakan antara simbol pribadi, penyair modern dengan simbolnya yang pernah dipakai pengarang-pengarang sebelumnya dan sudah diphami secara luas. Mula-mula simbolisme pribadi berkonotasi negatif, tetapi perasaan dan sikap terhadap simbol puitis selalu ambivalen. Sukar mencari lawan kata pribadi dalam konteks ini.
Di dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar ini membaha tentang seorang penyair yang mengungkapkan ide atau gagasanya/imajinasinya tentang cinta kasih seorang penyair tersebut. Cinta yang diperlihatkan oleh seorang penyair tersebut yaitu tentang cinta kepada tuhan, cinta kepada sesama dan cinta erotis. Dalam kumpulan puisi tersebut tiga hal pokok tadi sangt dominan dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar yaitu cinta kepada tuhan, cinta kepada sesama dan cinta erotis.
Di dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar ini membahas tentang bagaimana sang penyair mengekspreikan symbol cintanya dengan baik. Ada tiga hal pokok yang terdapat pada kumpulan puisi Deru Campur debu karya Chairil anwar yaitu tentang cinta kepada tuhan, cinta kepada sesame dan cinta erotis, karena dalam kumpulan puisi tersebut menceritakan tentang seseorang yang sangat mencintai tuhan, sahabat dan kekasihnya.
Penelitian mengenai “Analisis Semiotik Simbol Cinta pada Puisi Deru  Campur Debu karya Chairil Anwar: Kajian Semiotik Pierce” berkaitan tentang Penelitian Sayekti Handayani (2005) yang berjudul  "Aspek Moral dalam Novel Biru Karya Fira Basuki: Tinjauan Semiotik". Sayekti mengungkapkan, berdasarkan analisis semiotik terhadap novel Biru, ditemukan bahwa: (1) Aspek agama sebagai penentram batin yaitu tindakan yang dilakukan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Sang Pencipta, (2) Aspek kepedulian terhadap lingkungan yaitu suatu tindakan  peduli dalam pencemaran lingkungan, (3) Aspek korupsi dan memperkaya diri yaitu tindakan yang dilakukan bukan hanya karena alasan minimnya ekonomi, tetapi sudah merupakan suatu kebudayaan khususnya di Indonesia, (4) Aspek perselingkuhan yaitu alasan perselingkuhan salah satunya adalah tidak ada kecocokan antara keduanya, (5) Aspek pelecehan seksual yaitu pelecehan terhadap perempuan yang tidak hanya terbatas pada gerakan fisik, tetapi sudah mengarah pada tindakan kriminal yaitu perkosaan, (6) Aspek pergaulan bebas yaitu ada pergaulan tanpa batasan yang dilakukan sebagian anak muda dan salah satu penyebabnya adalah pengaruh lingkungan dan longgarnya moral agama dan efek sosial di kalangan anak muda.
Adapun persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Sayekti Handayani (2005) terletak pada tinjaunnya yaitu sama-sama menggunkan kajian semiotik, sedangkan letak perbedaanya pada objek yang di teliti, kalaua penelitan yang dilakukan oleh Penelitian Sayekti Handayani (2005) menggunakan novel sedangkan penelitian ini menggunakan puisi sebagai objek penelitian.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menelititentang kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ini meneliti “Analisis Simbol dalam Kumpulan Puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar Kajian Semiotika Peirce”.

1.2 Rumusan Masalah
      1)      Bagaimana simbol cinta kepada Tuhan dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar?
      2)      Bagaimana simbol cinta kepada sesama dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar?
      3)       Bagaimana symbol cinta erotis dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar?
1.3 Tujuan
      1)      Mendeskripsikan simbol cinta kepada tuhan dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar
      2)       Mendeskripsikan simbol cinta kepada sesama dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar
      3)      Mendeskripsikan simbol cinta erotis dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar

      1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat – manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.      Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang sastra pada analisis puisi dengan menggunakan teori semiotik yang menitik beratkan pada simbol cinta. Selain hal tersebut, penelitian diharapkan dapat memperkuat perkembangan penggunaan semiotik dalam menganalisis sebuah karya sastra.
2.      Manfaat Praktis (peneliti, pembaca)
Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan mengenai apresiasi pembaca sastra terhadap aspek simbol cinta terhapat puisi. Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra selanjutnya. Penelitian ini memperkaya wawasan penelitian, khususnya pembaca pada umumnya tentang perkembangan karya sastra.

1.5 Definisi Operasional
             Definisi operasional bertujuan untuk memberikan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini pada rumusan masalah di atas tentang simbol cinta yang terkandung dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya C8hairil Anwar yang berhubungan beberapa aspek yaitu:
1.      Semiotika adalah sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi.
2.      Cinta kepada Tuhan merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan yang ghaib, yaitu yang menciptakannya. Cinta Tuhan lahir dari keyakinan agamanya, dan yang akan Tuhannya yang menentukan segala kehidupannya.
3.      Cinta sahabat atau persaudaraan, adalah cinta yang paling dasar dan umum. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain. Kehidupan kelompok, kebersamaan, interaksi sosial merupakan kebutuhan dasar dari individu. Untuk membentuk kehidupan bersama, kehidupan kelompok, dan interaksi sosial yang baik perlu didasari oleh rasa senang, rasa bersahabat, rasa cinta dari individu ke individu yang lainnya.
4.      Cinta erotik merupakan cinta antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dengan wanita. Cinta ini disebut cinta erotik karena mengandung dorongan-dorongan erotik atau seksual.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Puisi
Ada tiga bentuk karya sastra, yaitu; prosa, puisi, dan drama. Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis manusia. Karya –karya sastra lama yang berbentuk puisi misalnya; Mahabrata dan Ramayana.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani; Poima yang berarti membuat, atau Poesis yang berarti pembuatan, sedangkan dalam bahasa inggris disebut ‘Poem’ atau ‘Poetry’. Puisi diartikan sebagai membuat atau pembuatan, karena pada dasarnya melalui puisi seorang telah mampu membuat dan menciptakan suatu dunia tersendiri berdasarkan hasil pemikiran dan daya imajinasinya yang di dalamnya berisi amanat atau pesan serta gambaran suasana-suasana tertentu, baik berupa fisik maupun batin seseorang (Aminuddin, 1987: 134).
Istilah puisi bukan suatu yang asing, namun untuk menjelaskan pengertian puisi seringkali mengalami kesulitan karena beragamnya bentuk puisi sehingga rumusan-rumusan pengertian puisi berbeda pula. Antar penyair yang satu dengan penyair yang lainnya mempunyai dasar pengertian yang berbeda tentang puisi. Rumusan pengertian puisi yang diberikan akan tidak sesuai jika diterapkan pada bentuk puisi yang berbeda. Dari hal itulah maka pendefinisian puisi sangat beragam bergantung pada sisi mana pengertian itu diberikan dan kedalaman pemahaman seseorang tentangnya.
Walaupun sampai sekarang tidak dapat dijumpai pengertian puisi yang tepat untuk semua bentuk dan jenis puisi, kita dapat memakai ciri-ciri yang dimiliki oleh puisi. Beberapa tokoh memberikan penegtian puisi sangat beragam. Wiryosoedarmo mengatakan puisi sebagai karangan yang terikat oleh banyaknya baris dalam tiap bait, banyaknya kata dalam suku kata dalam tiap baris, rima dalam irama (Pradopo, 2002: 5). Hudson mengutip  Mc Caulay memberikan pengertian puisi sebagai salah satu cabang sastra yang menggunakan  kata-kata sebagai media penyampainya untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, yaitu dengan kata-kata yang indah, penataan unsure bunyinya mampu mengungkap gagasan, angan-angan atau imajinasi serta ilusi tentang keindahan ketika membaca puisi tersebut.
Puisi dapat dikenali dari struktur lahir dan struktur batinnya. Memperhatikan struktur lahirnya, Mulyana mengatakan puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya, yang menghasilkna rima , ritma dan musikalitas. Sedangkan Reeves menyatakan puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh dengan daya pikat, sedang Samson lebih melihat puisi sebagai bentuk pengucapan bahasa yang ritmis yang mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional (Waluyo, 1987:23).
Dilihat dari struktur batin puisi, Waluyo (1987:23) mengumpulkan pendapat para tokoh mengenai puisi antara lain; Puisi adalah bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan (Spenser), atau peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal dari emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian (Johnson), ungkapan perasaan, pikiran dan emosional pengarang yang diwujudkan dalam bentuk keindahan. Waluyo pada satu kesimpulan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur lahir dan struktur batinnya (1987:25).
Aminuddin (1987:134) mengatakan bahwa pada dasarnya perumusan pengertian puisi tidak begitu penting, karena yang terpenting adalah bagaimana kita. Mampu menikmati puisi yang ada. Namun untuk sekedar pandangan agar kita tidak terlalu sulit untuk mendefinisikan puisi.
Maka dapat disimpulkan dari beberapa tokoh mengenai pengertian puisi yang beragam, yaitu bahwa: “Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikran dan perasaan penyair scara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya yang ditampilkan dengan susunan terindah”.

2.2 Teori Semiotika Peirce
Semiotika adalah teori yang berkaitan dengan masalah ketandaan dalam perkembangan teori ini timbul dua pendapat dalam hal pemaknaan unsur-unsur bahasa yaitu antara semiotika Saussurean dan Pericean. Menurut Ratna (dalam Ratna 2015: 104) mengungkapkan perbedaan yang sangat jelas antara keduanya yaitu sausure menemukan makna melalui hubungan antara dua unsur, sedangkan Pierce melalui tiga unsur. Oleh karena itulah, teori semiotika Saussure disebut sebagai konstruksi dialik, sedangkan Pierce sebagai triadik.
Menurut Nort (dalam prosiding) menyatakan bahwa berdasakan pada klasifikasi yang dibuat oleh pierce tanda dalam system tanda dapat ditafsirkan melalui tiga cara pembeda, tergantung pada hubungannya dan objek yang diwakili. Pertama, penafsiran dapat di berasumsi bahwa tanda tidak memiliki hubungan fisik dengan objek yang diacu, seperti bendera nasional melambangkan suatu negara. Tanda seperti ini disebut symbol yang hanya dapat dipahami dengan mengaitkan maknanya. Kedua, penafsiran dapat menempatkan tanda sebagai indeks. Indeks dalam beberapa hal secara fisik terhubung dengan objek yang diwakilinya. Misalnya asap menunjukkan keberadaan api. Ketiga, penafsir dapat percaya bahwa tanda adalah ikon dari objek yang digambarkan. Ikon hamper sepenuhnya mewakili sifat fisik objek yang diwakili.
Semiotika merupakan  istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau sign dalam bahasa Inggris itu adalah ‘ilmu yang mempelajari sistem tanda ‘ seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini.
Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut; “Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory, semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang di miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia”.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Semiotika yang merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yaitu :
1.      tanda,
2.      acuan tanda, dan
3.      pengguna tanda.
Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita. Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda.
Kajian semiotik merupakan kajian terhadap tanda-tanda secara sistematis yang terdapat dalam karya sastra termasuk novel. Ada dua hal yang berhubungan dengan tanda, yakni yang menandai atau penanda yang ditandai atau penanda. Hubungan antara tanda dengan acuan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
Simbol yang ada tentunya sudah mendapat persetujuan antara pemakai tanda dengan acuannya. Misalnya, bahasa merupakan simbol yang paling lengkap, terbentuk secara konvensional, hubungan kata dengan artinya dan sebagainya. Ada tiga macam simbol yang dikenal, yakni (1) simbol pribadi, misalnya seseorang menangis bila mendengar sebuah lagu gembira karena lagu itu telah menjadi lambang pribadi ketika orang yang dicintainya meninggal dunia, (2) simbol pemufakatan, misalnya burung Garuda atau Pancasila, bintang= keutuhan, padi dan kapas= keadilan sosial, dan (3) simbol universal, misalnya bunga adalah lambang cinta, laut adalah lambang kehidupan yang dinamis.

2. 3 Teori Simbol
Kata “simbol” yang berasal dari kata Yunani sumballo berarti menghubungkan atau mengabungkan. Simbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak setiap tanda adalah simbol. Simbol yang berstruktur polisemik adalah ekspresi yang mengkomunikasikan banyak arti. Bagi Ricoeur, yang menandai suatu tanda sebagai simbol adalah arti gandanya atau intensional arti gandanya. Ricoeur merumuskan bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung primer, sekunder, figuratif yang tidak dapat dipahami selain lewat arti pertama.
Ketika masyarakat majemuk berinteraksi dengan masyarakat lain yang berbeda budaya, maka tatkala proses komunikasi dilakukan, simbol-simbol verbal atau nonverbal secara tidak langsung dipergunakan dalam proses tersebut. Penggunaan simbol-simbol ini acapkali menghasilkan makna-makna yang berbeda dari pelaku komunikasi, walau tak jarang pemaknaan atas simbol akan menghasilkan arti yang sama, sesuai harapan pelaku komunikasi tersebut
Ricoeur (dalam Rosyidi, 2010:159) mendefiniskan simbol sebagai struktur penanda yang di dalamnya terdapat sebuah makna langsung, pokok atau literer menunjukkan kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figuratif yang dapat dipahami hanya melalui yag pertama. Pembebasan ekspresi dengan sebuah makna ganda ini mengatakan dengan tepat wilayah hermeneutik.
Sedangkan Noth (2006:45) mengatakan bahwa simbol merupakan kategori atas tanda-tanda arbitrer dan konvensional “suatu simbol merupakan tanda yang mengacu pada objek yang digambarkan oleh suatu hukum, biasanya asosiasi ide-ide umum”.
Menurut Morris (dalam Noth, 2006:55) mengatakan bahwa simbol merupakan tanda yang dihasilkan oleh interpretasinya yang bertindak sebagai pengganti atas tanda lain yang yang dianggap sinonim semua tanda yang bukan simbol.
Lain halnya dengan Hjelmslev (dalam Noth, 2006:71) mendefinisiakan simbol sebagai entitas nonsemiotik yang bisa diintepretasikan dalam termonologinya, entitas monoplanar itu dengan isomorfi ekspresi.
Simbol banyak digunakan dalam bidang humariora dalam pengertian yang luas simbol merupakan sinonim tanda (Noth, 2006:115). Menurut Whitehead (dalam Noth, 2006:115) mangatakan setiap tindak persepsi tidak langsung merupakan simbol. Ogned dan Richrd (dalam Noth, 2006:115) mendefinisikan simbol sebagai tanda yang digunakan dalam komunikasi manusia.
Maka, simbol yang diartikan Pierce sebagai tanda yang mengacu pada objek itu sendiri, melibatkan tiga unsur mendasar dalam teori segi tiga makna : simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Di sini dapat dilihat, bahwa hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya konfensional. Masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.
Kajian simbol berjalan dengan dua kesulitan untuk masuk ke struktur gandanya, pertama, simbol memiliki bidang penelitian yang terlalu banyak dan terlalu beraneka ragam. Ke dua, konsep simbol melekat  pada dua dimensi atau dua semesta wacana, yaitu suatu tatanan lingustik dan tatanan nonlingustik. Simbol limguistik dibuktikan oleh fakta bahwa simbol dibangun oleh simantik simbol yaitu teori yang menjelaskan struktur simbol berdasarkan makna signifikan (Rosyidi, 2010:159-160).
Kompleksitas eksternal simbol ini dapat dijelaskan oleh teori metafora dengan tiga langkah:
1.      Mengindentifikasi benih semantik yang khas setiap simbol betapapun berbedanya masing-masing, berdasarkan struktur makna yang operatif dalam tuturan metaforis.
2.      Berfungsinya metaforis bahasa akan membebaskan peneliti untuk memisahkan strata nonlinguistik simbol, penyebaran baru mengenai simbol ini akan menimbulkan perkembangan yang jauh dalam teori metafora yang jika tidak tersembunyi. Dengan cara ini, teori simbol akan mengizinkan peneliti untuk menyempurnakan teori metafora (Ricoeur dalam Rosyidi, 2010:153).
Ciri makna semantik simbol diindentifikasi dengan melihat hubungan makna harfiah dengan figuratif dalam tuturan metaforis. Simbol dikaitkan dengan bahasa sebab simbol muncul jika ia di ujarkan, sedangkan metafora adalah pelaku ulang yang membahas aspek simbol (Rosyidi, 2010:160).
Simbol tidak dapat hanya disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan asosiatifnya dengan simbol lainnya. Simbol berbeda dengan bunyi, simbol telah memiliki kesatuan bentuk dan juga makna. Maka, pada dasarnya simbol dapat dibedakan menjadi simbol-simbol universal, simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan tertentu, dan simbol individual
Teori metafora berguna mengungkapkan simbol sehingga metafora memahami pelanggaran semantik pada kalimat menjadi model untuk perluasan makna. Maka simbol sebenarnya bertentangan dengan makna. Dalam makna simbol tentu tidak ada dua makna, maka dua makna itu menjadi satu tingkatan (gerakan) yang memindahkan dari satu tingkat (linguistik) ke tingkat (nonlinguistik) yang keduanya berasimilasi menjadi makna yang dicari (Ricoeur dalam Rosyidi, 2010:161).
Simbol tidak bisa diatasi secara tuntas oleh bahasa konseptual, ada lebih banyak simbol dari pada persamaan konseptualnya. Untuk mengindentifikasi sisi nonsemantik simbol dengan metode kontras, maka setuju menyebutnya semantik ciri-ciri simbol.
1.      Memungkinkan analisis linguistik dan analisis logis logis berdasarkan makna interpretasi.
2.      Mempunyai persamaan metafora yang sesuai. Oleh karena itu, sesuatu dalam simbol tidak sesuai dengan metafora karena kenyataannya ini menolak transkripsi linguistik, sematik, atau logis (Ricoeur dalam Rosyidi, 2010:161).
Simbolisme hanya bekerja ketika struktur ditafsirkan. Hermeneutik minimal demi fungsinya simbolisme apa pun. Akan tetapi, penjabaran linguistik ini tidak menekankan pada apa yang disebut ketaatan pada simbolisme yang khas semesta suci. Penafsiran suatu simbolisme, bahkan, tidak dapat terjadi jika mediasinya tidak disahkan oleh hubungan langsung antara makna dalam hierofani itu di bawah pertimbangan. Kesucian dalam membuka dirinya dalam mengatakan dirinya sebagai simbol (Ricoeur dalam Rosyidi, 2010:162).
Kata-kata yang memiliki berbagai bentuk makna, yang sifatnya tidak langsung dan kias, demikian dapat dipahami dengan simbol-simbol tersebut. Simbol dan interpretasi konsep yang mempunyai pluraritas makna yang terkandung di dalam simbol atau kata-kata di dalam bahasa. Setiap interpretasi adalah upaya untuk membongkar makna yang terselubung. Oleh sebab itu, “Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut” (Wachid B.S., 2008: 26-27).

2. 3.1  Simbol Cinta pada Tuhan
Dalam semua agama ateis, Tuhan adalah nilai tertinggi yang paling didambakan. Cinta Tuhan adalah karunia. Sikap religius yang benar adalah mempercayai karunia ini dan menghayati diri sebagai yang kecil dan tak berdaya. Karakter cinta Tuhan berkaitan erat dengan pentingnya unsur-unsur patriarkhal dan matriarkhal dalam sebuah agama. Dalam konteks partiarkhal, Tuhan itu adil dan tegas; Dia memberi hukuman dan pahala. Sedangkan dari segi martriakhal dalam agama, Tuhan mencintai dan merengkuh kita, tidak pandang bulu, seperti layaknya ibu; menolong, melindungi dan mengampuni.
Pemujaan adalah salah satu manifestasi cinta manusia kepada Tuhannya yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada tuhan adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya.
Tuhan adalah pencipta, tetapi tuhan juga penghancur segalanya, bila manusia mengabaikan segala perintahnya. Karena itu ketakutan manusia selalu mendampingi hidupnya dan untuk menghilangkan ketakutan itu manusia memujanya.
Karena itu jelaslah bagi kita semua, bahwa pemujaan kepada tuhan adalah bagian hidup manusia, karena Tuhan pencipta semesta termasuk manusia itu sendiri. Dan penciptaan semesta untuk manusia. Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena manusia ingin berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini berarti manusia mohon ampun atas segala dosanya. Mohon perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan, agar ditunjukkan jalan yang benar, mohon ditambahkan segala keinginan kita.
Cinta Tuhan merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan yang ghaib, yaitu yang menciptakannya. Cinta Tuhan lahir dari keyakinan agamanya, dan akan Tuhannya yang menentukan segala kehidupannya. Cinta Tuhan juga merupakan manifestasi dari kesediaan makhluk untuk berbakti kepada-Nya. Cinta terhadap Sang Maha cinta merupakan klimaks dari pada cinta itu sendiri. Di ranah agama cinta identik dengan Tuhan, nilai tertinggi dalam ajaran agama adalah cinta terhadap Sang Maha cinta. Puncak cinta manusia yang paling bening, jernih, dan spritual ialah cinta kepada Tuhan. Semua cinta bersumber dari agama karena cinta terlahir dari Tuhan. Cinta Tuhan berasal dari kebutuhan dan mengatasi keterpisahan serta untuk meraih kesatuan (Fromm, 2004:112).
Cinta kepada Tuhan bukanlah pengetahuan mengenai Tuhan dalam pikiran dan bukan juga pikiran tentang cinta terhadap Tuhan, melainkan tindakan mengalami kesatuan dengan Tuhan. Hal ini mengarah pada penekanan cara hidup yang tepat (Fromm 2004:136).
Cinta Tuhan merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan yang ghaib, yaitu yang menciptakannya. Cinta Tuhan lahir dari keyakinan agamanya, dan akan Tuhannya yang menentukan segala kehidupannya. Cinta Tuhan juga merupakan manifestasi dari kesediaan makhluk untuk berbakti kepada-Nya.
            Cinta Tuhan adalah bentuk cinta yang berdimensi spiritual yaitu hakikat cinta Ilahi di mana kita akan menemukan kedamaian dalam hening yang abadi. Cinta Tuhan merupakan wujud kesempurnaan dari rasa cinta. Kita tidak hanya akan mendahulukan kepentingan objek yang kita cintai. Lebih dari itu, ketika kita telah mencapai tingkatan ini kita tidak akan lagi melihat diri kita sebagai sesuatu yang kita miliki, penyerahan secara penuh, sirnanya kepentingan pribadi. Kita merasa bahwa apapun yang kita miliki adalah milik objek yang dicintai.

2.2.3  Simbol Cinta Sesama
Cinta sahabat atau persaudaraan, adalah cinta yang paling dasar dan umum. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain. Kehidupan kelompok, kebersamaan, interaksi sosial merupakan kebutuhan dasar dari individu. Untuk membentuk kehidupan bersama, kehidupan kelompok, dan interaksi sosial yang baik perlu didasari oleh rasa senang, rasa bersahabat, rasa cinta dari individu ke individu yang lainnya.
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa lepas dari saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain dalam melengkapi kekurangan dari masing-masing individu. Hal ini akan terealisasi apabila cinta terhadap sesama tertanam dalam kehidupan kita dalam menjalankan peran kita sebagai makhluk sosial.
Menurut Fromm (2004:82). Cinta persaudaraan jenis cinta yang paling fundamental yang mendasari semua tipe cinta adalah cinta persaudaraan (brotherly love). Yang saya maksudkan dalam kata ini adalah sebuah rasa tanggungjawab, perhatian, penghormatan serta pemahaman akan setiap manusia lain yang ingin kita majukan hidupnya
Cinta sahabat atau persaudaraan, adalah cinta yang paling dasar dan umum. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain. Kehidupan kelompok, kebersamaan, interaksi sosial merupakan kebutuhan dasar dari individu. Untuk membentuk kehidupan bersama, kehidupan kelompok, dan interaksi sosial yang baik perlu didasari oleh rasa senang, rasa bersahabat, rasa cinta dari individu ke individu yang lainnya.
Fromm (2004:85) menyatakan cinta persaudraan merupakan cinta antara mahkluk sederajat, meski sesungguhnya kita semua juga selalu sederajat.
Hal senada juga didukung oleh Sorokin (Krich, 2009:386) diranah sosial cinta adalah interaksi yang penuh makna antara dua orang atau lebih, tempat segala keinginan dan tujuan dari seseorang terbagi bersama dan tercapai dengan bantuan orang lain. Seorang pecinta tidak akan menghalang-halangi pencapaian dari orang yang dicintai, sebaliknya, ia akan menolong tidak akan menimbulkan rasa sakit atau kesedihan bagi orang yang dicintai.

2.2.4  Simbol Cinta Erotis
Cinta jenis ini mendambakan peleburan secara total, penyatuan dengan pribadi lain. Pada hakekatnya cinta erotis bersifat eksklusif dan tidak universal. Cinta inilah yang barangkali merupakan bentuk cinta yang paling tidak dipercaya.
Cinta erotis sering dikaitkan dengan pengalaman eksplosif jatuh cinta; suatu keruntuhan tiba-tiba atas tembok pemisah yang ada di antara dua orang yang masih terasa masih asing satu sama lain. Kemudian pengalaman keintiman yang tiba-tiba ini pada dasarnya bersifat sementara. Kebanyakan orang mengatakan bahwa gagasan tentang cinta juga seringkali di samakan dengan keinginan seksual, sehingga mereka mudah terbawa pada kesimpulan yang salah bahwa mereka sedang mencintai orang lain. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah situasi dimana mereka saling menginginkan secara fisik. Bila keinginan untuk penyatuan fisik tidak dirangsang oleh cinta, maka cinta itu hanya membawa pada penyatuan yang bersifat orgiatis dan sementara.
Cinta erotis apabila memang merupakan cinta, mempunyai satu premis yaitu: bahwa saya benar-benar mencintai dari hakekat keberadaan saya dan menerima pribadi yang lain dalam hakikat keberadaan saya. Lebih jauh, mencintai seseorang bukan hanya melibatkan perasaan yang kuat saja, melainkan juga melibatkan suatu keputusan, suatu penilaian dan suatu perjanjian.
Cinta erotik merupakan cinta antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dengan wanita. Cinta ini disebut cinta erotik karena mengandung dorongan-dorongan erotik atau seksual. Pada umumnya, perasaan cinta ini muncul dalam diri seseorang bersamaan dengan munculnya hormon seksual pada saat memasuki masa remaja awal. Jika perasaan cinta ini tidak terkendalikan dengan baik justru akan dapat menimbulkan berbagai bentuk penyimpangan perilaku seksual.
Cinta yang sangat berbeda dengan kedua jenis cinta yang telah disebutkan adalah cinta erotis.cinta erotis mendambakan sesuatu peleburan secara total,penyatuan dengan pribadi lain.Pada hakekatnya, cinta erotis bersifat eksklusif  dan tidak universal.


DAFTAR PUSTAKA 

Aminuddin, 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: IKIP Malang.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apesiasi Puisi. Jakarta: Erlangga

Rosyidi, M.Ikwan dkk. 2010. Analisis Teks Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

North, Winfried. 2006. Handbook Of Semiotics terjemahan Abdul Syukur(ed).
Surabaya: Airlangga University Press.

Wachid B.S., Abdul. 2008. Gandrung Cinta. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Fromm, Erich. 2004. The Art of Loving. Jakarta: Fresh Book

No comments:

Post a Comment

ANALISIS DRAMA “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM” KARYA PUTU WIJAYA

ANALISIS DRAMA “ BILA MALAM BERTAMBAH MALAM ” KARYA PUTU WIJAYA Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Apresiasi Sastra dan Drama BAB...