Kumpulan Karya Sastra Indonesia

Sunday, November 19, 2017

ANALISIS DRAMA “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM” KARYA PUTU WIJAYA

ANALISIS DRAMA “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM
KARYA PUTU WIJAYA

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Apresiasi Sastra dan Drama


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Yang lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Wanita selalu dianggap sebelah mata dan hanya mempunyai peran dalam ranah tertentu saja yaitu, kasur, dapur dan sumur. Budaya patriarki memarginalkan peranan wanita yang begitu terbatas. Tubuh wanita seringkali diartikan sebagai kecantikan yang “murah”. Ukuran cantik bagi seorang wanita diukur dari bentuk tubuh sedangkan akhlak hal yang kesekian. Wanita dianggap pengacau dan pembuat masalah. Bahkan di beberapa daerah kelahiran seorang wanita merupakan pertanda kesialan yang akan diperoleh bagi keluarga tersebut. Solusi yang mereka lakukan ialah membuang bayi perempuan tersebut dengan harapan kesialan yang akan menimpa mereka hilang bersama kepergian bayi yang mereka buang. Anggapan ini sungguh tidak manusiawi. Setiap kelahiran seorang bayi pasti membawa keburuntungan, baik bayi laki-laki maupun perempuan.
Perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh dalam masyarakat atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat. Pada era sebelum gerakan feminisme muncul hak-hak wanita begitu dibatasi. Partisipasi wanita dianggap tidak diperlukan. Kaum laki-laki selalu mendominasi dalam ranah apapun. Kaum wanita tidak diperbolehkan menempun pendidikan. Karena kaum wanita dianggap hanya perlu mengurus keluarga jadi tidak perlu berpendidikan tinggi. Oleh karena itu, penulis tertarik menganalisis novel karya Ayu Utami dengan menggunakan alat analisis sastra feminis untuk dapat mengambil berbagai pengalaman dan hikmah dari tokoh-tokoh perempuan yang ada dalam novel tersebut.



1.2  Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang diatas, masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Maya?
  2. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Pengakuan Si Parasit Lajang?
  3. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Saman?
  4. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Larung?
  5. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Pengakuan eks Parasit Lajang?
  6. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico?

1.3 Tujuan
Dengan adanya rumusan maslah tersebut, maka dalam makalah ini memiliki tujuan diantaranya sebagai berikut:
  1. Mengetahui bagaimana kajian feminisme dalam novel Maya;
  2. Mengetahui bagaimana kajian feminisme dalam novel Pengakuan Si Parasit Lajang;
  3. Mengetahui bagaimana kajian feminisme dalam novel Saman;
  4. Mengetahui bagaimana kajian feminisme dalam novel Larung;
  5. Mengetahui bagaimana kajian feminisme dalam novel Pengakuan eks Parasit Lajang;
  6. Mengetahui bagaimana kajian feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico.


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Feminisme
Menurut Humm (2002: 158) feminisme adalah ideologi pembebasan perempuan, dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan dan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan melampaui persamaan soial yang sederhana. Hal yang senada dikemukakan oleh Barker (2009: 238). Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. “The personal is political” menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Ketidakadilan yang disebabkan oleh perbedaan gender merupakan salah satu masalah yang mendorong lahirnya feminisme. Feminisme adalah basis teori dari gerakan pembebasan perempuan. Feminis merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasi, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan baik dalam tataran politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya (Etika, 2009:36)
Jika membahas mengenai permasalahan feminis, terlebih dahulu harus dipahami tentang konsep seks dan konsep gender. Seks (jenis kelamin) merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks atau jenis kelamin secara permanen tidak bisa berubah dan merupakan ketentuan biologis atau disebut sebagai kodrat. Adapun konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstrtuksi secara sosial maupun kultural. Konsep gender menyangkut semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari suatu tempat ke tempat lainnya dan dari suatu kelas ke kelas lainnya (Fakih dalam Jumianti, 2011:16). Jadi, feminisme dapa dipahami sebagai gerakan yang bertumpu pada pesoalan persamaan jenis kelamin dan prinsip penataan kehidupan sosial yang sepenuhnya dipengaruhi oleh relasi kekuasaan dimana gerakan dilakukan oleh wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam tataran poliik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya. Pada dasarnya gerakan feminisme ini muncul karena adanya dorongan ingin menyetarakan hak antara pria dan wanita yang selama ini perempuan seolah-olah tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan dan keputusan dalam hidup.

2.2 Klasifikasi Feminisme
Ada beberapa perspektif yang digunakan dalam menjawab permasalahan wanita yaitu feminisme kultural, feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme psikoanalitis, feminisme sosialis dan feminisme interseksionalitas.
a. Feminisme Kultural
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Feminisme kultural menyatakan bahwa proses berada dan mengetahui perempuan bisa jadi merupakan sumber kekuatan yang lebih sehat bagi diproduksinya masyarakat adil daripada preferensi tradisional pada budaya androsentris bagi cara mengetahui dan cara mengada laki-laki.
b. Feminisme Liberal
Feminisme liberal berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia untuk menjadi agen moral yang menggunakan akalnya, bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola pembagian kerja yang seksis dan patriakal dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan mentransformasikan pembagian kerja melalui pemolaan ulang institusi-institusi kunci hukum, kerja, keluarga, pendidikan dan media.


c. Feminisme Radikal
Feminisme Radikal didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki.
d. Teori Psikoanalitis Feminis
Teori ini menjelaskan penindasan perempuan berdasarkan deskripsi psikoanalitis dorongan psikis laki-laki menggunakan kekerasan untuk memaksa perempuan tunduk.
e. Feminisme Sosialis
Proyek teoritis feminisme sosialis mengembangkan tiga tujuan (1) untuk melakukan kritik atas penindasan berbeda namun saling terkait yang dilakukan oleh patriarki dan kapitalisme dari sudut pandang pengalaman perempuan (2) mengembangkan metode yang eksplisit dan tepat untuk melakukan analisis sosial dari pemahaman yang luas tentang materialisme historis (3) memasukkan pemahaman tentang signifikasi gagasan ke dalam analisis materialis tentang determinasi kehidupan manusia. Feminisme sosialis telah menetapkan proyek formal yaitu mencapai sintesis dan langkah teoritis di luar teori feminis.
f. Teori Interseksionalitas
Teori ini diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami penindasan dalam berbagai konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Penjelasan utama dari teori interseksionalitas adalah semua perempuan secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan secara berbeda tertindas oleh beragam interaksi tatanan ketimpangan sosial.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Feminisme dalam novel Maya
Kajian feminisme yang dihadirkan dalam novel Maya karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a. Feminisme Kultural
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Seperti pada halaman 46 yakni:Ia tak lagi menggugat mengapa ia dilahirkan pucat dan bulat, seperti ekor biul goa. Lagipula ia wanita. Wanita ada dalam posisi menerima.” Keterangan: Bahwa tokoh Maya menganggap bahwa laki-laki sangatlah berbeda dengan perempuan karena wanita pada kenyataanya dalam posisi menerima kenyataan apa yang ada, tidak seperti laki-laki yang akan mencari yang lebih untuk memenuhi kebutuhanya.”
b. Feminisme Liberal
Feminisme liberal berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia seperti pada halaman 210 yakni:Contohnya perempuan kaki panjang itu! Ia telah menyalahi kodratnya, menerima benih banyak lelaki. Kodrat wanita itu setia dan dimadu. Perempuan kaki panjang malah bercabul dengan banyak pasangan, seperti lelaki saja!” Keterangan: Wanita yang memiliki kebebasan dimana tokoh Yasmin meiliki kekuasaan kebebasan dalam hidupnya. Termasuk kepada pasangan. Walaupun sudah bersuami namun yasmin juga memiliki kekasih gelah yaitu Saman.
c. Feminisme Radikal
Feminisme Radikal didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki.
Halaman 64 “Ia ingin memanusiakan gadis ini-Maya, perempuan cebol yang menari. Bagaimana mungkin dizaman ini orang hidup tanpa dokummen? Ia mamu memberinya katu identitas, sebuah bukti kemanusiaan dialam modern.” Keterangan : bahwa wanita cebol tidak memiliki kemuliaan di masyarakat, hingga dia tidak memilik katu identitas serta tidak punya hak asasi manusia untuk hidup mulia.
3.2 Feminisme dalam novel Pengakuan Si Parasit Lajang
Kajian feminisme yang dihadirkan dalam novel Pengakuan Si Parasit Lajang karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a. Feminisme Kultural
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki.. Seperti pada halaman (xiv) yakni: “Pada umumnya pernikahan masih melanggengkan dominasi pria atas wanita, puncak pengesaahan supremasi pria atas wanita ada dalam poligami” Keterangan : Karena laki-laki boleh mepunyai istri lebih dari satu
b. Feminisme Liberal
Feminisme liberal berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia. Seperti pada halaman (3) yakni: “Dia orang jepara yang saya kenal, setelah ibu kartini. Sahal namanya. Bayangkan orang kedua, setelah ibu kartini”. Keterangan: Karena mengingat perjuangan ibu kita kartini dalam pendidikan.
c. Feminisme Radikal
Feminisme Radikal didasarkan pada keyakinan sentral bahwa perempuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki. Seperti pada halaman (xvi) yakni: “Ya, saya punya trauma untuk menikah bukan pada lelaki, sebagaimana yang dikira banyak  orang, melainkan pada sesama perempuan yang tidak sadar bahwa mereka tunduk dan melanggenkan nilai-nilai petriarki”. Keterangan: Karena didasarkan oleh keyakinan sentral.
d. Teori Psikoanalitis Feminis
Teori ini menjelaskan penindasan perempuan berdasarkan deskripsi psikoanalitis dorongan psikis laki-laki menggunakan kekerasan untuk memaksa perempuan tunduk. Seperti pada halaman (xiii) yakni: “Pernikahan tidak ideal selain kasih sayang juga ada kebosanan, penyelewengan, bahkan pemukulan”. Keterangan : Karenamenjelaskan tentang penindasan
e. Feminisme Sosialis
Seperti pada halaman (xvii) yakni:. “Guru-guru saya adalah seseorang yang terluka. Mereka di lukai oleh masyarakat yang hanya menggap sempurna wanita berkeluarga dan menganggap tak laku perempuan lajang tua”. Keterangan: Karena ini engkritik tentang perempuanyang tidak mau menikah

3.3 Feminisme dalam novel Saman
Kajian feminisme yang dihadirkan dalam novel Saman karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a.    Feminisme Radikal
Seperti yang tertuang pada Halaman 123 adalah: “Di sini, di kota asing ini, malam hari ayahku mengikatku pada tempat tidur dan memberiku dua pelajaran tentang cinta. Inilah wewejangnya: Pertama. Hanya lelaki yang boleh menghampiri perempuan. Perempuan yang mengejar-ngejar lelaki pastilah sundal. Kedua. Perempuan akan memberikan tubuhnya pada lelaki yang pantas, dan lelaki itu akan menghidupinya dengan hartanya. Itu dinamakan perkawinan. Kelak ketika dewasa, aku menganggap persundalan yang hipokrit”. Keterangan: Pada novel Saman karya Ayu Utami menceritakan bahwa di kota ini pada malam hari ayah mengikat Shankuntala ke tempat tidur  dan memberikan dua pelajaran tentang cinta. Yang pertama hanya lelaki yang boleh menghampiri perempuan, kedua perempuan akan memberikan semacam tubuhnya kepada lelaki yang menurutnya dianggap pantas dan lelaki itu akan menghidupinya dengan berbagai harta
b.    Feminisme Liberal
Seperti yang tertuang pada Halaman 127 adalah “Waktu orangtuaku mendengar bahwa aku pacaran dengan seorang raksasa di dalam hutan, mereka memberi nasihat kedua. Keperawanan adalah persembahan seorang perempuan kepada suami. Dan kau Cuma punya satu saja, seperti hidung. Karena itu, jangan pernah diberikan sebelum menikah, sebab kau akan menjadi barang pecah belah. Tapi, sehari sebelum aku dibuang ke kota asing tempat aku tinggal saat ini, aku segera mengambil keputusan. Akan kuserahkan keperawananku pada raksasa yang kukasihi”. Keterangan: Pada novel menceritakan tentang orangtua yang menceritakan tentang aku dalam artian tokoh Shakuntala pernah berpacaran dengan seorang raksasa yang berada didalam hutan kemudian mereka memberikan nasihat yang kedua bahwa keperawanan ini ditujukan kepada perempuan terhadap suami dan jangan diberikan sebelum menikah.
c.    Teori Psikoanalitis feminisme
Seperti yang tertuang pada Halaman 70-71 adalah “Rogam turun menemui orang-orang yang membawa pisau sadap dan berbicara dengan bahasa Komering. Berlari ke suatu arah, dan seorang wanita agak tua muncul dari sebuah rumah yang jauh, dibelakang rimbun pohon-pohon. Dua pemuda dua puluh tahun mengikutinya. Ketika mereka telah dekat dan bayang daun-daun tertinggal, Wis bisa melihat salah satunya berwajah rusak. Sisi kiri mukanya seperti pernah meleleh,meninggalkan kulit dan telinga yang memuai kaku seperti boneka plastik mengering setelah terbakar. Merah dadu dan tak lagi berpori”. Keterangan: penjelasannya adalah bahwa orang-orang yang membawa pisau sadap seakan-akan mau berperang tetapi sebelumnya orang-orang menemui Rogam dengan bahasa Komering. Pada saat itu Rogam berlari ke suatu arah untuk menghindari kejaran dari orang-orang yang berusaha membunuhnya, tiba-tiba ada seorang wanita yang agak tua muncul dari rumah yang jaraknya cukup jauh dibelakang rimbun-rimbun pohon dan ada seorang pemuda yang berusia dua puluh tahun berusaha mengikuti wanita agak tua ketika mereka telah dekat dan bayangan daun-daun tertinggal, entah kenapa tiba-tiba Wis melihat seorang wanita agak tua wajahnya mengalami kerusakan, sisi mukanya seperti meleleh, kulit dan telinga yang memuai kaku seperti boneka plastik mengering setelah terbakar. Dan wajahnya seperti merah dadu dan tak lagi berpori
d.   Feminisme sosialis
Seperti yang tertuang pada Halaman 76-77 adalah “Pagi-pagi sekali, setelah berbilas di sungai, ia mulai bekerja. Matahari telah mencapai pucuk-pucuk hutan karet, sebab bumi selatan memasuki musim panas. Daun-daunnya mulai bertunas, tanda hujan mulai kerap turun, biasanya setelah pukul tiga. Karena itu Wis ingin Upi mendapat rumah baru sebelum musim hujan betul-betul menyiram. Hari itu Nasri membantunya sementara Anson dan Mak Argani menakik di kebun.
Keterangan: Pada novel Saman karya Ayu Utami halaman 76-77 menjelaskan bahwa dipagi hari Wis mulai bekerja, sinar matahari telah mencapai pucuk-pucuk hutan karet menandakan bahwa bumi bagian selatan memasuki musim panas dan daun-daunnya sudah mulai bertunas bahwa tanda hujan mulai kerap turun biasanya setelah pukul tiga. Oleh karena itu Wis menginginkan Upi untuk mendapatkan rumah baru sebelum musim hujan tiba dan hari itu juga Nasri membantu membersihkan daun-daun yang mulai gugur sedangkan Anson dan Mak Argani menakik di kebun
e.    Feminisme kultural
Seperti yang tertuang pada Halaman 96 adalah “Di bangsal yang bau karetnya menusuk, sekitar enam puluh pria dan sepuluh wanita tua bersila atau bersimpuh, membentuk lingkaran seputar dua petromaks yang menggumam. Mereka belum menanggalkan pisau sadap dan kerat mal dari pinggang. Ibu-ibu muda tinggal di rumah menjaga anak-anak”. Keterangan: Pada novel Saman karya Ayu Utami pada halaman 96 menceritakan tentang kebudayaan yang ada di masyarakat sekitar bahwa ada enam puluh pria dan sepuluh wanita tua duduk dengan posisi bersila atau bersimpuh membentuk lingkaran sekitar dua petromaks yang menggumam dan mereka belum menanggalkan pisau sadap dan kerat mal dari pinggang serta ibu-ibu tinggal di rumah menjaga anak-anaknya dari hal-hal yang tidak diinginkan.
3.4 Feminisme dalam novel Larung
Kajian feminisme yang dihadirkan dalam novel Larung karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a.    Feminisme Liberal
 Seperti yang tertuang pada Halaman 94 adalah “Lalu kupikir-pikir, kenapa aku harus menderita untuk menjaga selaput daraku semntara paarku mendapat kenikmtan? Enaknya di dia nggak enak di gue. Akhirnya kupikir bodo amat,ah,udah tanggung. Aku pun melakukannya, senggama.”  Keterangan: Novel  Larung memperlihatkan tokoh perempuan yang memiliki peran yang sama dengan laki-laki,perempuan yang mandiri dan menentang adanya sistem patriarki.
b.    Feminisme Radikal
Kebudayaan sebagai suatu sistem memiliki kekuatan yang dapat menimbulkan permasalahan. Ketika ketidakadilan gender disebabkan oleh perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki,maka menurut kaum feminisme radikal menganggap pihak perempuan mengalami  penindasan. Adanya sistem patriarki melahirkan sistem dominasi pria sehingga perempuan ditindas. Seperti yang tertuang pada Halaman 97 dan 94 adalah
1. “biarin. Paling tidak, aku bisa menyombong bahwa akulah satu-satunya dari kami berempat yang pertama kali melakukan hubungan seks karena sadar dan suka. Shakuntala menghabisi keperawananya lebih karena pemberontakan. Dia tidak menikmatinya. Laila masih suci-hama sampai sekarang. Dan Yasmin berbuat karena keterusan”. Hlm: 97
2.“kadang aku jengkel,apapun yang kita lakukan,yang juga dilakukan lelaki, kok kita mendapat cap jelek. Laki-laki tidur bergantian dengan banyak cewek akan dicap jagoan.arjuna. tapi perempuan yang tidur bergantian dengan banyak lelaki akan dibilang piala bergilir. Pelacur” hlm: 94
3.5 Feminisme dalam novel Pengakuan eks Parasit Lajang
Kajian feminisme yang dihadirkan dalam Pengakuan eks Parasit Lajang karya Ayu Utami adalah terjadinya :
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Seperti yang tertuang pada Halaman 7 adalah “Baru sekarang kubiarkan rambutku berbentuk, sedikit melebihi bahu. Aku mulai memperhatikan kelebihan dan kekurangn wajahku. Aku mulai menggambar garis mata dan alisku. Aku mulai menatapi tubuhku dengan takjub.baru sekarang aku menyukai lekuk penggang ku. Atau menyenangi buah dada ku sambil berharap bahwa masih bisa tumbuh lebih besa.r Keterangan: karena disisni dijelaskan dia menjelaskan perbedaan tentang laki-laki dan perempuan.
b.  Feminisme Liberal
Seperti yang tertuang pada Halaman 151 adalah “Rupanya, entah kenapa, hasil tes IQ gus pacarku lumayan rendah dan aku lumayan tinggi. Perbedaan nilai kami cukup jauh. Kupikir aku termasuk sepuluh teratas dan ia sepuluh terendah”. Keterangan: Karena di sisni di jelaskan bahwa dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki
c. Feminisme Radikal
Seperti yang tertuang pada Halaman 8 adalah “Tubuh yang baru ada pada mu kini  akan membangkitkan hasrat laki-laki”. Keterangan: Karena keyakinan sentral
c.    Teori Psikoanalitis Feminis
Seperti yang tertuang pada Halaman 43 adalah “Tapi ia berkata, “nanti kalau kita sudah menikah kamu harus panggil aku ‘mas”. Keterangan : Karena dia di paksa untuk tunduk.
3.6 Feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico
Kajian feminisme yang dihadirkan dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami adalah terjadinya :
a. Feminisme Kultural
Hal ini digambarkan dengan kalimat  pada halaman 135 seperti ini :
“(Enrico): Aku siap mati. Tapi aku tidak membayangkan bahwa para mahasiswi siap mati tak hanya untuk cita-cita luhur, tetapi juga untuk melindungi kami, teman-temannya. Aku selalu merasa bahwa perempuan sering jauh lebih tangguh dari pada laki-laki. Dan mereka memikirkan kehidupan, bukan kegagahan. Kami para lelaki, sering melakukan sesuatu demi kegagahan. Tapi kaum perempuan berbuat demi kehidupan. Lelaki sering berbuat untuk egonya sendiri, sedang perempuan beruat untuk orang lain. Tiba-tiba aku teringat Sanda, kakakku yang menyelamatkan aku dari serangan ayam hitam pemakan anak kecil”.
b.      Feminisme Liberal
Hal ini digambarkan dengan kalimat seperti pada halaman 198 : Katanya karena selama ini perempuan terlalu ditekan oleh nilai, keluarga, dan masyarakat untuk menikah. Harus ada pembebasan dari itu. Ia tidak setuju bahwa suami adalah pemimpin istri. Hukum perkawinan Indoneisa menjadikan suami kepala keluarga, dan ia tak mau hal itu. Itu bukan urusan negara.
c.       Feminisme Radikal
Hal ini digambarkan dengan kalimat halaman 203-204 seperti ini: “Ishak juga. Ia lahir justru setelah Sarai,istri Abraham yang kini telah ganti nama menjadi Sarah, sudah menopause. Sebuah pelanggaran hukum alam juga.  
“Raja Salomo adalah anak Daud dengan Batsyeba. Kita tahu bagaimana Raja Daud Merebut Batsyeba dari suaminya. Ia mengirim Uriel, suami yang malang itu, ke medan perang memang supaya mati disana. Dan Alkitab tidak menyembunyikan bahwa perbuatan Daud itu jahat di mata Tuhan. Nabi Natan memperingatkan itu pada Raja Daud”.
“Daud sendiri adalah keturunan Isai. Nah, Isai lahir dari persetubuhan menantu dan mertua sebuah pelanggaran hukum masyarakat! Tapi pelanggaran hukum ini terjadi karena hukum yang ada pun tidak adil pada yang lemah. Yang lemah dalam hal ini adalah Tamar, menantu perempuan Yehuda. Yehuda seharusnya memberikan anak bungsu nya menggantikan suami Tamar yang mati-sesuai adat yang berlaku waktu itu. Tapi, Yehuda tidak mau melakukanya. Akibatnya, Tamar tidak bisa mendapatkan keturunan. Maka, Tamar menjebak mertuanya sendiri, mertua yang curang itu, untuk menghamili dirinya.
d. Teori Interseksionalitas
Teori ini diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami penindasan dalam berbagai konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Penjelasan utama dari teori interseksionalitas adalah semua perempuan secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan secara berbeda tertindas oleh beragam interaksi tatanan ketimpangan sosial.
 Hal ini digambarkan dengan kalimat halaman 145 seperti ini :Sebagai pedagang telur, ibuku tak pernah menahan telur untuk menjelang Lebaran, dimana harga akan jadi tinggi dan aku akan nuntung banyak. Ia marah besar ketika tahu aku menumpuk ribuan telur di kamar menjelang Lebaran. Ia melarang ku berbuat begitu lagi. Itu tidak benar, katanya. Dan soal kesetiakawanan, jangan tanya lagi. Ibuku tidak datang ketika dijemput pasukan Yani dalam Operasi Bayi Gerilya. Ia memilih kehilangan seperempat puting susunya demi kesetiaanya pada Ayah”.



BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan 
Perjuangan wanita pada novel-novel buah karya Ayu Utami cukup dominan, dimana perjuangan wanita sendiri dilatar belakangi oleh penulis sendiri yang merupakan perempuan.  Mulai dari feminisme kultural, liberal, radikal, sosial, hingga interseksionalitas. Hal yang dominan dalam novel karya Ayu Utami yaitu wanita yang memperjuangkan  hidupnya agar memiliki kesetaraan seperti laki-laki, yang hidup bebas dalam melakukan apapun selayaknya laki-laki.

Daftar Pustaka
Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminisme. Terjemahan Mundi rahayu. Yogyakarta: Fajar Pustaka baru.
Diana, Jumianti. 2011. Gender dalam Novel Perempuan, Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Skripsi Sastra Universitas Hasannudin.
Kristiani, Etika. 2009. Citra perempuan dalam Novel Saman Karya Ayu Utami Suatu Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Skripsi Sastra Universitas Hasannudin.
Utami, Ayu. 2014. Maya, Jakarta: Gramedia.
Utami, Ayu. 2013. Pengakuan eks Parasit Lajang, Jakarta: Gramedia.
Utami, Ayu. 2013. Saman, Jakarta: Gramedia.
Utami, Ayu. 2013. Pengakuan Si parasit Lajang, Jakarta: Gramedia.
Utami, Ayu. 2013. Larung, Jakarta: Gramedia.
Utami, Ayu. 2012. Cerita Cinta Enrico, Jakarta: Gramedia.


http://banknaskah-fs.blogspot.com

ANALISIS DRAMA “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM” KARYA PUTU WIJAYA

ANALISIS DRAMA “ BILA MALAM BERTAMBAH MALAM ” KARYA PUTU WIJAYA Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Apresiasi Sastra dan Drama BAB...